Langsung ke konten utama

Ketika Masyarakat Kita Seperti Rumput Kering: Mudah Dikumpulkan, Mudah Tercerai Berai, dan Mudah Tersulut

Masyarakat kita sering kali dapat diibaratkan seperti rumput kering yang mudah dikumpulkan, namun ketika diterpa angin, mereka tercerai berai begitu saja. Bahkan, ketika dibakar, sulutannya pun mudah menyebar ke mana-mana. Fenomena ini mencerminkan kondisi sosial yang rentan terhadap perubahan dan gejolak, di mana kekompakan dan kestabilan sering kali hanya menjadi ilusi.

Keterkumpulan masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan, seperti budaya, tradisi, dan kebiasaan, dapat diibaratkan sebagai kesatuan rumput kering yang terlihat rapat. Ketika ada ancaman atau masalah, masyarakat cenderung bersatu untuk menghadapinya. Ini bisa terlihat dalam momen-momen krisis nasional atau bencana alam di mana solidaritas masyarakat muncul secara alami.

Namun, kekompakan ini sering kali bersifat sementara. Ketika ancaman atau masalah tersebut reda, masyarakat kembali pada rutinitas sehari-hari tanpa mempertahankan solidaritas yang terbentuk. Ini membuat masyarakat menjadi rentan terhadap perubahan dan sulit untuk mempertahankan kekompakan jangka panjang.

Ketika diterpa angin, seperti perubahan sosial atau ekonomi, masyarakat kita rentan mengalami perpecahan dan ketidakstabilan. Analogi ini menggambarkan bagaimana masyarakat dapat tercerai berai begitu saja saat dihadapkan pada tantangan atau perubahan. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perbedaan pandangan, ketidaksetaraan, atau bahkan kurangnya rasa kepercayaan satu sama lain.

Selain itu, masyarakat kita juga sering kali mudah tersulut seperti rumput kering yang cepat terbakar. Ini mencerminkan respons yang cepat terhadap isu-isu sensitif atau konflik sosial. Perbedaan pendapat atau ketegangan dapat dengan mudah memicu reaksi emosional yang berlebihan, mengakibatkan konflik yang lebih besar.

Terkadang, ketika masyarakat kita dihadapkan pada perbedaan dan ketidakpastian, sebagian individu atau kelompok dapat menggunakan isu-isu tersebut untuk memecah belah masyarakat. Politisasi, propaganda, atau pemanfaatan isu-isu sosial dapat menyulut konflik dan merusak kekompakan yang sebelumnya terbentuk.

Untuk mengatasi tantangan ini, perlu adanya upaya bersama untuk membangun fondasi kekompakan yang lebih kokoh. Pendidikan yang mempromosikan pemahaman dan toleransi, serta partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, dapat menjadi langkah awal untuk memperkuat ikatan sosial. Selain itu, membangun rasa keadilan dan kesetaraan juga penting agar masyarakat dapat bersatu dalam keberagaman.

Dalam kesimpulannya, analogi masyarakat kita seperti rumput kering memberikan gambaran tentang kekompakan yang mudah terkumpul, namun juga mudah tercerai berai dan tersulut. Membangun fondasi kekompakan yang kokoh membutuhkan upaya bersama, pendidikan yang inklusif, dan kesadaran akan pentingnya mempertahankan solidaritas dalam jangka panjang. Hanya dengan cara ini, masyarakat kita dapat menjadi lebih tangguh dan mampu menghadapi perubahan dengan lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...