Langsung ke konten utama

Meninggalkan Ekspetasi dan Jadilah Manusia Ambisius

Seiring berjalannya waktu, kita sering kali terjerat dalam jaringan harapan dan ekspektasi yang terlalu tinggi terhadap kehidupan. Manusia cenderung membayangkan masa depan dengan skenario yang sempurna, penuh kebahagiaan, dan sukses. Namun, seringkali realitas tidak seindah imajinasi yang kita buat, dan itulah yang menyebabkan kekecewaan yang mendalam.

Pentingnya untuk menyadari bahwa menjadi manusia tidak selalu berarti memiliki ekspektasi tinggi terhadap segala hal. Terlalu fokus pada harapan yang tinggi dapat menghasilkan kekecewaan yang tidak perlu. Bukannya tidak boleh bermimpi atau memiliki tujuan ambisius, tetapi sebaiknya kita harus belajar untuk menerima kenyataan dan menyesuaikan ekspektasi dengan realitas.

Salah satu kekecewaan terbesar seringkali berasal dari berlebihan berpikir terhadap sesuatu. Sebagai manusia, kita cenderung membentuk gambaran ideal tentang bagaimana suatu peristiwa seharusnya terjadi, bagaimana seseorang seharusnya bertindak, atau bagaimana kehidupan seharusnya berlangsung. Sayangnya, realitas tidak selalu mengikuti skenario yang kita tulis dalam pikiran kita.

Rasa sakit yang seringkali kita alami bukanlah akibat dari orang lain atau peristiwa itu sendiri, melainkan karena ekspektasi yang terlalu tinggi. Oleh karena itu, menjadi manusia sejati berarti menerima kenyataan apa adanya, tanpa terlalu terpaku pada gambaran sempurna yang kita buat dalam pikiran kita.

Menjadi manusia yang ambisius juga tidak harus diartikan sebagai memiliki harapan yang tinggi. Sebaliknya, ambisius dalam konteks ini mencerminkan sikap pantang menyerah dan konsisten dalam mencapai tujuan. Seorang manusia ambisius tidak hanya berbicara atau berpikir, tetapi lebih dari itu, ia akan selalu berusaha untuk mewujudkan impian dan tujuannya.

Ambisi sejati tidak terletak pada seberapa tinggi ekspektasi kita terhadap kehidupan, melainkan pada ketekunan dan tekad kita untuk terus berusaha mencapai apa yang diinginkan. Manusia ambisius adalah mereka yang tidak terlalu terikat pada harapan, tetapi lebih fokus pada upaya dan perjalanan menuju impian mereka.

Dengan menanggalkan ekspektasi berlebihan, kita tidak hanya mengurangi risiko kekecewaan, tetapi juga membuka diri untuk menerima kebahagiaan dari hal-hal sederhana dalam hidup. Menjadi manusia yang bijaksana berarti menghargai setiap langkah perjalanan tanpa terlalu terobsesi dengan hasil akhir yang mungkin belum tentu sesuai dengan harapan.

Jadi, mari bersama-sama belajar menjadi manusia yang tidak terlalu membebani diri dengan ekspektasi berlebihan. Jadilah manusia yang ambisius, bukan dalam artian memiliki harapan tinggi, tetapi dalam artian selalu berusaha dan konsisten dalam mencapai apa yang diinginkan. Dengan begitu, kita dapat menikmati perjalanan hidup dengan lebih ringan dan meraih kebahagiaan sejati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...