Langsung ke konten utama

Kenali Ini Dia Perbedaan Orang Keras Kepala dengan Orang Berprinsip

Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali bertemu dengan orang-orang yang memiliki prinsip dan orang-orang yang keras kepala. Pada pandangan pertama, mungkin sulit untuk membedakan keduanya karena keduanya memiliki keteguhan pendirian yang kuat. Namun, sebenarnya ada perbedaan yang mendasar antara orang yang berprinsip dan orang yang keras kepala. Dalam narasi ini, saya akan menjelaskan perbedaan antara kedua tipe individu ini dan mengapa memiliki prinsip adalah kualitas yang lebih dihargai.

Orang yang berprinsip adalah mereka yang memiliki keyakinan dan nilai-nilai yang kuat dalam hidup mereka. Mereka mengambil pendirian berdasarkan prinsip-prinsip moral, etika, dan kepercayaan yang diyakini. Mereka tidak mudah tergoyahkan oleh tekanan sosial atau pendapat orang lain. Keputusan mereka didasarkan pada keyakinan dan nilai-nilai yang mereka anggap penting dan benar. Orang yang berprinsip cenderung bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut dalam setiap aspek kehidupan mereka, baik dalam hubungan pribadi, karier, maupun keterlibatan sosial.

Sebaliknya, orang yang keras kepala adalah mereka yang memiliki pendirian yang teguh tetapi kurang fleksibel dalam menerima pendapat atau sudut pandang orang lain. Mereka cenderung bersikeras pada pendirian mereka sendiri tanpa mempertimbangkan atau membuka diri terhadap sudut pandang lain yang mungkin berbeda. Kekerasan kepala ini dapat menyebabkan mereka sulit beradaptasi dengan perubahan, sulit berkomunikasi dengan orang lain, dan sulit mencapai kompromi.

Perbedaan yang paling mencolok antara orang yang berprinsip dan orang yang keras kepala adalah fleksibilitas. Orang yang berprinsip tetap teguh pada nilai-nilai mereka, tetapi mereka juga terbuka untuk mempertimbangkan sudut pandang orang lain dan mengubah pendirian mereka jika ada alasan yang rasional dan meyakinkan. Mereka mampu memahami bahwa kebenaran tidak mutlak dan bisa saja ada perspektif lain yang bernilai. Mereka dapat mengambil langkah mundur, mendengarkan dengan cermat, dan membuka diri terhadap pembelajaran dan pertumbuhan.

Di sisi lain, orang yang keras kepala cenderung bersikeras pada pendapat dan pandangan mereka sendiri tanpa mempertimbangkan informasi baru atau argumen yang masuk akal. Mereka tidak terbuka terhadap perubahan dan sering kali tidak mau mengakui kesalahan atau kekurangan mereka. Kekerasan kepala ini dapat menyebabkan konflik interpersonal, kesulitan dalam bekerja sama dalam tim, dan kesulitan dalam menemukan solusi yang kompromis.

Mengapa menjadi orang yang berprinsip lebih dihargai? Hal ini karena orang yang berprinsip mampu menunjukkan integritas dan konsistensi dalam tindakan mereka. Mereka memiliki landasan moral yang kuat dan bertindak sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Hal ini membantu menciptakan kepercayaan, menginspirasi orang lain, dan memperkuat hubungan antarmanusia. Selain itu, orang yang berprinsip cenderung lebih fleksibel dalam berpikir dan bertindak, sehingga mereka lebih mampu beradaptasi dengan perubahan dan menemukan solusi yang terbaik untuk situasi yang kompleks.

Referensi:

1. Parker, D., & Stone, A. (2004). Ethics in the workplace: Tools and tactics for organizational transformation. SAGE Publications.

2. Durbin, P. T., & Ng, D. L. (2009). Leadership for environmental sustainability. Routledge.

3. Fisher, R., Ury, W., & Patton, B. (2011). Getting to yes: Negotiating agreement without giving in. Penguin.

4. Covey, S. R. (2004). The 7 habits of highly effective people: Powerful lessons in personal change. Free Press.

5. Kidder, R. M. (2005). Moral courage. HarperCollins.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...