Langsung ke konten utama

Bangga menjadi orang pintar namun berada dibawah kendali orang lain apa gunaya

Menjadi seorang yang pintar adalah sesuatu yang sering kali dibanggakan dalam masyarakat kita. Orang-orang yang pintar cenderung memiliki segudang prestasi dan dianggap sebagai sumber pengetahuan yang tak terbatas. Namun, apakah kebanggaan ini benar-benar bermakna jika diperoleh melalui kepatuhan terhadap apa yang dikatakan guru atau otoritas lainnya? Apakah kita seharusnya hidup di bawah kendali orang lain atau seharusnya mengambil kendali atas hidup kita sendiri? Pada saat yang sama, kita juga menyadari bahwa kecerdasan semata tidak cukup untuk membawa perubahan positif jika tidak disertai dengan motivasi dan kontribusi yang bermakna. Mari kita refleksikan pertanyaan-pertanyaan ini dalam narasi berikut ini.

Pada awalnya, menjadi seorang yang pintar adalah suatu kebanggaan yang wajar. Mempunyai pengetahuan dan kemampuan untuk memecahkan masalah kompleks adalah sesuatu yang dihargai oleh masyarakat. Namun, ada pertanyaan yang muncul, yaitu bagaimana cara kita menjadi pintar? Apakah itu melalui kepatuhan buta terhadap apa yang dikatakan guru atau otoritas lainnya, ataukah ada ruang untuk berpikir kritis dan mengeksplorasi dunia dengan kehendak kita sendiri?

Keberadaan guru atau otoritas pendidikan tentu sangat penting dalam proses pembelajaran kita. Mereka memberikan pengetahuan, panduan, dan arahan yang memperluas pemahaman kita tentang dunia. Namun, penting untuk diingat bahwa kecerdasan sejati tidak hanya terletak pada pengulangan apa yang dikatakan oleh guru, melainkan juga dalam kemampuan kita untuk menganalisis, menilai, dan mempertanyakan informasi yang diberikan kepada kita.

Keresahan muncul ketika kita menyadari bahwa kebanggaan dalam kecerdasan yang kita miliki mungkin sebagian besar didasarkan pada kepatuhan terhadap orang lain. Ini mengarahkan kita untuk bertanya: Apakah kecerdasan kita benar-benar kita punya jika hanya berdasarkan pada instruksi orang lain? Apakah kita hidup dengan mengendalikan hidup kita sendiri atau hanya sebagai alat yang diprogram untuk mengikuti perintah?

Sebagai manusia, kita memiliki kebebasan berkehendak dan kemampuan untuk membuat keputusan sendiri. Kemampuan ini seharusnya digunakan untuk memperluas pemahaman kita, mengembangkan minat kita, dan mengeksplorasi dunia dengan cara yang bermakna bagi kita sebagai individu. Kebebasan ini juga melibatkan kemampuan untuk mengambil risiko, mencari tantangan baru, dan melakukan tindakan yang di luar zona nyaman kita.

Dalam kondisi saat ini, kita melihat banyak orang pintar yang tidak mampu memberikan kontribusi besar dalam membawa perubahan positif dalam masyarakat. Mereka mungkin bekerja di perusahaan besar dengan gaji tinggi, tetapi keilmuan mereka hanya digunakan semata-mata untuk kepentingan pribadi. Kecerdasan mereka digunakan untuk keuntungan pribadi, tanpa mempertimbangkan kesejahteraan dan kebutuhan banyak orang.

Hal ini mengingatkan kita akan pentingnya memiliki tujuan yang lebih besar dalam kecerdasan kita. Keilmuan seharusnya digunakan sebagai alat untuk membangun masyarakat yang lebih baik dan berkontribusi pada kesejahteraan banyak orang. Kita perlu melihat kecerdasan sebagai bekal yang memungkinkan kita untuk membuat perubahan positif dalam dunia, bukan hanya sebagai sumber kebanggaan pribadi atau penghasilan yang tinggi.

Penting untuk mengembangkan sikap kritis dan reflektif terhadap kebanggaan dalam kecerdasan kita. Kita harus bertanya pada diri sendiri apakah kecerdasan yang kita miliki benar-benar membantu kita mencapai tujuan yang bermakna dalam hidup, ataukah hanya menjadi alat untuk kepentingan pribadi. Keberanian untuk mempertanyakan, memilih jalan yang berbeda, dan mengejar passion kita sendiri adalah langkah penting dalam mengambil kendali atas hidup kita.

Dalam kesimpulannya, menjadi seorang yang pintar adalah sesuatu yang memang dibanggakan dalam masyarakat. Namun, kita perlu mempertanyakan asal-usul kecerdasan kita dan apakah kecerdasan itu didapat melalui kepatuhan buta terhadap otoritas lain. Sebagai manusia, kita memiliki kebebasan berkehendak dan kemampuan untuk mengendalikan hidup kita sendiri. Oleh karena itu, penting untuk memanfaatkan kecerdasan kita dengan cara yang membawa kontribusi positif kepada orang lain dan masyarakat pada umumnya. Kita harus berani mempertanyakan dan mengambil langkah-langkah yang memperluas pemahaman kita, mengeksplorasi minat kita, dan memperjuangkan tujuan yang lebih besar dalam hidup kita. Hanya dengan demikian, kebanggaan akan menjadi lebih bermakna dan kecerdasan kita akan berdampak positif dalam dunia di sekitar kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...