Langsung ke konten utama

Kesetaraan Gender dan Tantangan Dalam Perjalanan Menuju Pembebasan Perempuan

Dalam perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender, banyak kemajuan yang telah dicapai oleh gerakan feminis di seluruh dunia. Namun, meskipun ada upaya yang kuat untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan menghapus diskriminasi gender, masih ada fenomena yang mengenelikan dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender. Salah satunya adalah adanya sifat perempuan yang mempertahankan gengsi, sering membanding-bandingkan dengan perempuan lain, serta berkumpul dengan kelompok perempuan tertentu. Hal ini mungkin menimbulkan pertanyaan tentang relevansi dan tujuan kesetaraan gender bagi kaum feminis. Namun, penting untuk memahami bahwa tantangan ini adalah bagian dari perjalanan yang rumit dalam mencapai pembebasan perempuan dan kesetaraan sejati.

Penting untuk diingat bahwa feminisme sebagai gerakan adalah tentang menghapus ketidakadilan gender dan mencapai kesetaraan antara laki-laki dan perempuan. Namun, dalam perjalanan ini, perempuan sendiri tidak terlepas dari pengaruh budaya patriarki yang telah menyatu dalam masyarakat selama berabad-abad. Budaya patriarki ini telah memberikan penekanan pada kompetisi antara perempuan, membanding-bandingkan, dan mempertahankan gengsi. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bahwa beberapa perempuan terjebak dalam pola pikir yang tidak sejalan dengan tujuan feminisme.

Salah satu faktor yang dapat menjelaskan fenomena ini adalah "internalisasi patriarki." Karena terpapar secara konstan dengan norma dan nilai-nilai patriarki, banyak perempuan yang secara tidak sadar menginternalisasi dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, perempuan mungkin merasa terdesak untuk membandingkan diri mereka dengan perempuan lain dan menjaga gengsi mereka agar sesuai dengan harapan masyarakat. Hal ini mungkin terjadi karena ketakutan akan dijatuhkan atau dianggap rendah jika mereka tidak memenuhi standar tertentu yang ditetapkan oleh budaya patriarki. Meskipun demikian, hal ini bukanlah tindakan yang menyeluruh dan tidak mencerminkan tujuan utama dari gerakan feminis.

Namun, penting untuk diingat bahwa kesetaraan gender dan pembebasan perempuan bukanlah hanya tentang individu, tetapi juga tentang mengubah sistem sosial dan struktur kekuasaan yang ada. Kesetaraan gender tidak dapat dicapai hanya melalui perubahan individu, tetapi juga melalui perubahan yang lebih luas dalam masyarakat. Oleh karena itu, mengutip fenomena yang mengenelikan ini sebagai bukti bahwa kesetaraan gender tidak relevan bagi kaum feminis adalah kurang memahami esensi gerakan ini.

Sebaliknya, kesetaraan gender tetap penting dan relevan. Kesetaraan gender bukan hanya tentang hak individu, tetapi juga tentang menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif bagi semua orang. Ketika perempuan membanding-bandingkan diri dengan perempuan lain atau membentuk kelompok tertentu, itu bisa menjadi hasil dari kebutuhan untuk mencari dukungan, rasa identitas, dan saling memahami. Ini adalah respons alami terhadap pengalaman dan tantangan yang dihadapi oleh perempuan dalam masyarakat yang masih terkait dengan norma patriarki. Namun, penting untuk menyadari bahwa tujuan kesetaraan gender adalah membebaskan perempuan dari batasan-batasan ini dan menciptakan ruang yang aman dan inklusif bagi semua perempuan.

Dalam menghadapi fenomena ini, kaum feminis perlu terus bekerja sama untuk membangun kesadaran, mendidik, dan mendorong perempuan untuk memahami pentingnya kesetaraan gender yang sejati. Ini bisa dilakukan melalui penyuluhan, diskusi terbuka, dan menciptakan ruang yang memungkinkan perempuan saling mendukung dan mendorong satu sama lain. Dalam upaya untuk mencapai kesetaraan gender, perempuan harus mampu melihat satu sama lain sebagai rekan dalam perjuangan, bukan sebagai pesaing.

Dalam kesimpulan, seseuatu yang mengenelikan dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender adalah fenomena yang terjadi karena pengaruh budaya patriarki yang telah menyatu dalam masyarakat kita. Meskipun fenomena ini dapat menimbulkan pertanyaan tentang relevansi kesetaraan gender bagi kaum feminis, kita harus mengingat bahwa kesetaraan gender tetap penting dan relevan dalam menciptakan masyarakat yang lebih adil dan inklusif. Bagi kaum feminis, tantangan ini menegaskan perlunya kerja yang terus-menerus dalam membangun kesadaran, pendidikan, dan pembebasan perempuan dari batasan-batasan yang ditetapkan oleh budaya patriarki. Hanya dengan bekerja bersama dan memahami perjalanan yang kompleks ini, kita dapat mencapai tujuan akhir kesetaraan gender yang kita impikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...