Langsung ke konten utama

Bagaimana Kapitalisme Menekan Buruh Agar Tidak Berontak

Kapitalisme, sebagai sistem ekonomi yang didasarkan pada kepemilikan pribadi dan akumulasi keuntungan, memiliki kecenderungan untuk menekan buruh agar tidak berontak. Dalam narasi ini, saya akan menjelaskan bagaimana kapitalisme menciptakan dinamika dan mekanisme yang membatasi kekuatan dan solidaritas buruh, serta memberikan referensi untuk mendukung argumen ini.

Salah satu cara utama kapitalisme menekan buruh adalah melalui kontrol atas produksi dan distribusi sumber daya ekonomi. Pemilik modal memiliki kendali atas alat produksi dan sumber daya, sementara buruh sering kali hanya memiliki tenaga kerja mereka sebagai satu-satunya sumber penghasilan. Dalam kondisi ini, pemilik modal memiliki kekuatan tawar yang lebih besar dan dapat memanfaatkannya untuk mengatur upah dan kondisi kerja. Mereka dapat mempekerjakan buruh dengan upah yang rendah dan menuntut jam kerja yang panjang tanpa risiko kehilangan pekerjaan.

Selain itu, kapitalisme juga menggunakan mekanisme pasar yang bersifat kompetitif untuk menekan buruh. Ketika pasar tenaga kerja bersifat kompetitif dengan pasokan buruh yang lebih besar daripada permintaan, pemilik modal dapat dengan mudah memanfaatkan situasi ini untuk menekan upah dan kondisi kerja. Pemilik modal dapat mengancam dengan menggantikan buruh yang tidak puas dengan buruh lain yang lebih siap menerima kondisi yang buruk. Dalam situasi ini, buruh sering kali terjebak dalam lingkaran kemiskinan dan kebergantungan pada pemilik modal.

Selanjutnya, kapitalisme juga menggunakan kekuatan politik dan hukum untuk menekan buruh. Pemilik modal dapat mempengaruhi pembentukan kebijakan dan undang-undang yang menguntungkan mereka sendiri. Mereka dapat memanfaatkan pengaruh politik dan akses mereka ke sumber daya finansial untuk membentuk kebijakan yang melindungi kepentingan mereka dan menghambat organisasi buruh. Dalam beberapa kasus, serikat buruh dapat dihambat atau dihadapkan pada undang-undang yang mengurangi kekuatan tawar mereka.

Dalam kondisi seperti ini, penting bagi buruh untuk menyadari kekuatan kolektif mereka dan bekerja bersama untuk mencapai perubahan yang adil. Solidaritas buruh dan upaya kolektif dalam bentuk serikat buruh dan gerakan sosial dapat menjadi jalan untuk menghadapi penindasan yang dilakukan oleh kapitalisme. Memahami mekanisme yang ada dan menciptakan alternatif ekonomi yang berpusat pada keadilan sosial adalah langkah-langkah penting dalam melawan tekanan yang dilakukan oleh kapitalisme terhadap buruh.

Dalam kesimpulan, kapitalisme memiliki kecenderungan untuk menekan buruh agar tidak berontak melalui kontrol atas produksi dan distribusi, mekanisme pasar yang kompetitif, pengaruh politik dan hukum, serta penggunaan kekuatan ekonomi. Namun, solidaritas buruh, kesadaran kolektif, dan perjuangan bersama dapat membantu melawan penindasan ini dan mencapai perubahan sosial yang lebih adil.

Referensi:

1. Harvey, D. (2010). A Brief History of Neoliberalism. Oxford University Press.

2. Marx, K. (1867). Capital: Critique of Political Economy. Penguin Classics.

3. Wood, E. M. (1999). The Origin of Capitalism: A Longer View. Verso.

4. Ehrenreich, B. (2002). Nickel and Dimed: On (Not) Getting By in America. Holt Paperbacks.

5. Sassen, S. (2014). Expulsions: Brutality and Complexity in the Global Economy. Harvard University Press.

6. Chomsky, N. (1997). Profit Over People: Neoliberalism and Global Order. Seven Stories Press.

7. Davis, M. (2006). Planet of Slums. Verso.

8. Klein, N. (2014). This Changes Everything: Capitalism vs. the Climate. Simon & Schuster.

9. Harvey, D. (2014). Seventeen Contradictions and the End of Capitalism. Profile Books.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...