Pada masa prasejarah, masyarakat hidup dalam struktur egaliter di mana peran gender tidak terlalu berbeda. Namun, seiring dengan transisi ke pertanian dan kehidupan perkotaan, terjadi perubahan sosial dan ekonomi yang signifikan yang mempengaruhi peran gender dalam masyarakat. Dalam narasi ini, kita akan menjelajahi perubahan tersebut, melihat dampaknya terhadap peran gender, dan juga mempertimbangkan kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan ini.
A. Perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi dengan revolusi pertanian
Revolusi pertanian, yang terjadi sekitar 10.000 hingga 12.000 tahun yang lalu, adalah salah satu peristiwa paling penting dalam sejarah manusia. Pada masa itu, manusia beralih dari pola hidup sebagai pemburu-pengumpul menjadi masyarakat pertanian yang bercocok tanam dan beternak. Ini membawa perubahan besar dalam cara hidup dan organisasi sosial.
Pertanian memungkinkan manusia untuk menjadi lebih tergantung pada tanaman dan hewan yang dibudidayakan mereka. Hal ini menciptakan kebutuhan akan pemilik lahan yang dapat mengelola tanaman dan hewan secara efisien. Kebutuhan ini mendorong munculnya kepemilikan tanah dan pemilik lahan yang memiliki kontrol atas sumber daya produktif. Sebagai hasilnya, munculnya sistem kepemilikan dan hierarki sosial yang didasarkan pada kepemilikan tanah dan harta benda.
B. Dampak perubahan ini terhadap peran gender dalam masyarakat
Perubahan sosial dan ekonomi yang terjadi dengan revolusi pertanian juga mempengaruhi peran gender dalam masyarakat. Sebelumnya, dalam masyarakat pemburu-pengumpul, peran gender cenderung lebih setara karena masyarakat mengandalkan kerjasama dan kontribusi setiap individu untuk bertahan hidup.
Namun, dengan adanya pertanian, peran gender mulai terbagi secara lebih tegas. Pria umumnya terlibat dalam kegiatan pertanian, seperti membajak dan menanam tanaman, sementara perempuan bertanggung jawab atas pekerjaan domestik dan mengasuh anak. Pria menjadi pemimpin dalam kegiatan produksi dan memiliki akses yang lebih besar terhadap sumber daya, sementara perempuan terkonsentrasi pada tugas-tugas rumah tangga.
Dalam masyarakat pertanian yang semakin kompleks, peran gender mulai terfragmentasi lebih jauh. Munculnya spesialisasi kerja memunculkan perbedaan yang lebih besar antara pekerjaan yang dianggap "pria" dan "perempuan". Pria lebih cenderung terlibat dalam pekerjaan luar ruangan yang memerlukan kekuatan fisik, sedangkan perempuan lebih cenderung terlibat dalam pekerjaan dalam ruangan yang berhubungan dengan rumah tangga dan perawatan.
C. Kemungkinan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan ini
Ada beberapa faktor yang kemungkinan mempengaruhi perubahan peran gender selama transisi ke pertanian dan kehidupan perkotaan. Salah satunya adalah perubahan dalam persepsi nilai kerja. Dalam masyarakat pertanian, pekerjaan luar ruangan yang dilakukan oleh pria dianggap lebih berharga karena berhubungan langsung dengan produksi makanan dan keberlanjutan komunitas.
Selain itu, peran reproduksi juga memainkan peran penting dalam mempengaruhi peran gender. Karena perempuan memiliki kemampuan biologis untuk hamil dan melahirkan anak, mereka sering kali dilihat sebagai pengurus rumah tangga dan perawat anak, sedangkan pria lebih banyak terlibat dalam pekerjaan yang dapat dilakukan di luar rumah.
Selain faktor-faktor ini, juga perlu diperhatikan konteks budaya, agama, dan sistem kepercayaan yang ada pada masa itu. Setiap masyarakat memiliki norma dan nilai-nilai yang berbeda dalam hal peran gender, dan faktor-faktor ini juga dapat mempengaruhi bagaimana peran gender terbentuk selama transisi ke pertanian dan kehidupan perkotaan.
Referensi:
1. Diamond, J. (1997). Guns, Germs, and Steel: The Fates of Human Societies. W.W. Norton & Company.
2. Sherratt, A. (1997). "The Secondary Exploitation of Animals in the Old World". World Archaeology, 29(3), 413-425.
3. Hayden, B. (1990). "Nimrods, Piscators, Pluckers, and Planters: The Emergence of Food Production". Journal of Anthropological Archaeology, 9(1), 31-69.
Komentar
Posting Komentar