Langsung ke konten utama

Sejarah awal munculnya patriarki

Sejarah awal munculnya patriarki telah menjadi subjek yang kompleks dan terus diperdebatkan. Patriarki mengacu pada sistem sosial yang didominasi oleh laki-laki dan memberikan kekuasaan, otoritas, dan hak istimewa kepada mereka, sementara perempuan ditempatkan pada posisi yang lebih rendah dalam hierarki sosial. Meskipun sulit untuk menentukan titik awal pasti munculnya patriarki, beberapa teori dan penelitian telah mencoba menggambarkan perkembangannya. Dalam narasi berikut, kami akan menjelajahi sejarah awal munculnya patriarki berdasarkan beberapa teori yang relevan.

Sebuah teori yang relevan adalah teori perkembangan patriarki yang dikemukakan oleh Robert Briffault. Menurut Briffault, patriarki muncul bersamaan dengan pengenalan konsep ayah secara sosial dan peningkatan kepentingan dalam menentukan keturunan secara patrilineal. Dalam masyarakat prasejarah, hubungan antara seksualitas dan reproduksi masih belum jelas. Namun, ketika manusia mulai memahami hubungan antara hubungan seksual dan kehamilan, peran laki-laki dalam reproduksi menjadi lebih penting. Konsep ayah sebagai pemegang kekuasaan dan kendali atas keturunan mulai muncul, dan sistem patrilineal berkembang di mana keturunan dihitung melalui garis laki-laki.

Sebagai referensi untuk teori Briffault, penelitian arkeologis menunjukkan adanya perubahan sosial dan budaya yang terjadi selama masa transisi dari kehidupan berburu dan mengumpulkan makanan menjadi pertanian. Periode Neolitikum, sekitar 10.000 hingga 5.000 tahun SM, ditandai oleh revolusi pertanian yang mengubah cara manusia hidup. Dalam masyarakat pemburu-pengumpul, peran laki-laki dan perempuan mungkin lebih seimbang karena ketergantungan pada kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan yang memerlukan kerjasama antara kedua jenis kelamin. Namun, dengan munculnya pertanian, pemilikan tanah dan hewan ternak menjadi sumber kekayaan dan kekuasaan yang penting. Lelaki yang menjadi pemilik sumber daya ini kemudian mengamankan posisi dominan mereka, memperkuat konsep patriarki.

Salah satu contoh dari masa tersebut adalah masyarakat Sumeria di Mesopotamia. Sumeria adalah salah satu peradaban kuno yang terkenal di Timur Tengah. Masyarakat Sumeria didominasi oleh pria dan memiliki sistem sosial yang sangat patriarkal. Laki-laki mengontrol ekonomi, politik, dan kehidupan publik, sementara perempuan terbatas pada peran rumah tangga dan pendidikan yang terbatas. Praktek pernikahan poligami dan hak untuk menceraikan istri juga menegaskan dominasi laki-laki dalam masyarakat tersebut.

Referensi:

1. Briffault, R. (1927). The Mothers: A Study of the Origins of Sentiments and Institutions. Macmillan.

2. Peterson, J. D. (2018). Anthropology and Women's Studies: Explorations in Feminist Anthropology. Routledge.

3. Wilkinson, D. L. (1995). Gender and Archaeology. University of Oklahoma Press.

4. Kramer, S. N. (1963). The Sumerians: Their History, Culture, and Character. University of Chicago Press.

5. Wolkstein, D., & Kramer, S. N. (1983). Inanna, Queen of Heaven and Earth: Her Stories and Hymns from Sumer. Harper & Row.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...