Langsung ke konten utama

Mengapa Orang yang Sering Mengunggah di Media Sosial dan Menggunakan Filter Ternyata Tidak Percaya Diri di Dunia Nyata

Dalam era digital yang terus berkembang pesat, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Setiap hari, jutaan orang mengunggah foto-foto mereka di platform seperti Instagram, Facebook, dan Snapchat, seringkali menggunakan filter untuk meningkatkan penampilan mereka. Namun, tahukah Anda bahwa kebiasaan ini sebenarnya seringkali menunjukkan kurangnya kepercayaan diri seseorang di dunia nyata? Dalam narasi persuasif ini, kami akan menjelaskan beberapa alasan mengapa orang yang sering mengunggah di media sosial dan menggunakan filter cenderung tidak percaya diri dalam kehidupan sehari-hari.

Ekspektasi Idealistik

Salah satu alasan utama mengapa orang sering mengunggah di media sosial dan menggunakan filter adalah adanya ekspektasi idealistik terhadap penampilan. Media sosial penuh dengan foto-foto yang diatur dengan sempurna, menampilkan orang-orang yang tampak cantik, tampan, dan bahagia sepanjang waktu. Terlebih lagi, popularitas diperoleh dengan jumlah pengikut dan 'like' yang tinggi. Dalam usaha untuk mencocokkan standar kecantikan dan popularitas ini, orang yang kurang percaya diri sering menggunakan filter untuk menyembunyikan ketidaksempurnaan dan merasa lebih diterima oleh masyarakat.

Perbandingan Sosial yang Merugikan

Perbandingan sosial juga menjadi faktor penting dalam kecenderungan seseorang untuk mengunggah di media sosial dan menggunakan filter. Saat melihat foto-foto teman-teman dan influencer yang tampak sempurna, orang cenderung membandingkan diri mereka dengan gambar yang ditampilkan. Ini dapat menyebabkan perasaan rendah diri dan merasa tidak puas dengan penampilan dan kehidupan mereka sendiri. Penggunaan filter dalam mengunggah foto adalah cara untuk menyembunyikan kekurangan dan menghasilkan gambar yang lebih menguntungkan secara visual, meskipun hal ini tidak mencerminkan keadaan sebenarnya.

Ketakutan akan Penilaian Negatif

Orang yang tidak percaya diri seringkali merasakan ketakutan akan penilaian negatif dari orang lain di dunia nyata. Dalam upaya untuk menghindari penilaian dan kritik tersebut, mereka mengunggah foto-foto yang telah diedit dan difilter agar tampak lebih baik. Filter dapat menyamarkan ketidaksempurnaan kulit, tanda-tanda penuaan, dan kekurangan lainnya. Dengan menggunakan filter, mereka berharap dapat memperoleh penerimaan dan pengakuan dari orang lain, bahkan jika itu hanya berlangsung dalam dunia maya.

Rasa Penerimaan dan Validasi

Orang yang kurang percaya diri sering kali mencari penerimaan dan validasi dari orang lain. Media sosial memberikan platform yang sempurna untuk mendapatkan perhatian dan pengakuan. Setiap 'like', komentar positif, dan pengikut baru dapat meningkatkan rasa harga diri sementara dan memberikan kepuasan emosional. Dengan menggunakan filter dan mengunggah foto yang "menarik" secara visual, mereka berharap dapat menarik perhatian dan pujian dari orang lain untuk mengisi kekosongan yang mereka rasakan dalam diri mereka sendiri.

Kecenderungan Pribadi dan Psikologis

Selain faktor sosial, ada juga faktor pribadi dan psikologis yang dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk mengunggah di media sosial dan menggunakan filter. Beberapa orang mungkin memiliki gangguan body dysmorphic, yang membuat mereka melihat diri mereka dengan cara yang negatif dan terobsesi dengan kekurangan yang sebenarnya tidak ada. Penggunaan filter dapat menjadi mekanisme koping yang digunakan untuk mengatasi ketidakpuasan terhadap penampilan mereka sendiri.

Kesimpulan

Mengunggah di media sosial dan menggunakan filter mungkin tampak seperti hal yang biasa dalam kehidupan digital kita saat ini. Namun, kita perlu menyadari bahwa kebiasaan ini seringkali menunjukkan kurangnya kepercayaan diri seseorang di dunia nyata. Ekspektasi idealistik, perbandingan sosial yang merugikan, ketakutan akan penilaian negatif, rasa penerimaan dan validasi, serta faktor pribadi dan psikologis adalah beberapa alasan utama di balik perilaku ini. Penting bagi kita semua untuk menyadari bahwa nilai sejati seseorang tidak dapat diukur dari jumlah pengikut atau penampilan fisik semata. Kita perlu membangun kepercayaan diri yang kokoh di dunia nyata dan mempromosikan keberagaman, kesederhanaan, dan penerimaan diri yang sejati di media sosial.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...