Langsung ke konten utama

karakter non asertif membuat diri tereksploitasi oleh kapitalis

Karakter non-assertive, atau kurang bersikap tegas, dapat membuat diri kita rentan dieksploitasi oleh sistem kapitalisme yang ada. Dalam narasi ini, kita akan menjelajahi bagaimana karakter non-assertive dapat mempengaruhi kehidupan kita dalam konteks kapitalisme dan mengapa penting untuk mengembangkan sikap yang lebih tegas dalam menghadapinya.

Kapitalisme adalah sistem ekonomi yang berfokus pada kepemilikan individu dan perolehan keuntungan. Dalam lingkungan kapitalistik, persaingan dan akumulasi kekayaan menjadi fokus utama. Dalam kerangka ini, individu yang kurang bersikap tegas sering kali berisiko menjadi sasaran eksploitasi oleh pihak lain yang memiliki kepentingan ekonomi yang lebih kuat.

Salah satu aspek yang dapat membuat karakter non-assertive terjebak dalam perangkap eksploitasi kapitalisme adalah kurangnya kemampuan untuk menetapkan batas yang jelas. Orang yang kurang tegas mungkin cenderung menyetujui permintaan orang lain tanpa mempertimbangkan konsekuensinya atau merasa sulit untuk mengatakan "tidak". Hal ini dapat memungkinkan orang lain untuk memanfaatkan mereka dengan meminta pekerjaan tambahan tanpa imbalan yang layak atau memanfaatkan waktu dan sumber daya mereka tanpa rasa tanggung jawab.

Selain itu, karakter non-assertive sering kali mengalami kesulitan dalam mengekspresikan kebutuhan dan keinginan mereka secara jelas. Mereka mungkin merasa takut atau tidak percaya diri untuk menyuarakan pendapat mereka, yang membuat mereka lebih rentan terhadap eksploitasi oleh pihak lain yang lebih tegas dan memanfaatkan situasi tersebut untuk keuntungan mereka sendiri. Sebagai contoh, di tempat kerja, individu yang kurang assertive mungkin tidak mendapatkan promosi atau kenaikan gaji yang pantas karena mereka tidak mampu memperjuangkan hak dan kepentingan mereka dengan tegas.

Karakter non-assertive juga cenderung kurang mampu untuk bernegosiasi atau memperoleh kesepakatan yang menguntungkan dalam transaksi ekonomi. Mereka mungkin enggan untuk meminta harga yang adil atau menawar dalam situasi perdagangan, yang berarti mereka sering kali mendapatkan penawaran yang lebih buruk atau membayar lebih dari yang seharusnya. Hal ini berkontribusi pada siklus eksploitasi di mana orang non-assertive sering kali mendapat perlakuan yang tidak adil atau merugi dalam transaksi ekonomi.

Selain itu, karakter non-assertive dapat mengalami kesulitan dalam melawan praktik eksploitatif di tempat kerja atau dalam hubungan bisnis. Mereka mungkin merasa tidak nyaman atau takut untuk melaporkan ketidakadilan atau eksploitasi yang mereka alami, sehingga memperpanjang dan memperkuat ketidakadilan dalam sistem kapitalistik. Kurangnya sikap tegas dalam melawan praktik-praktik eksploitatif ini memperkuat ketimpangan kekuatan yang ada dalam struktur kapitalis

Untuk menghindari eksploitasi dalam sistem kapitalis, sangat penting bagi individu untuk mengembangkan karakter yang lebih assertive. Ini melibatkan kemampuan untuk menetapkan batas yang jelas, menyuarakan kebutuhan dan keinginan dengan jelas, serta mampu bernegosiasi dan memperjuangkan hak dan kepentingan mereka. Dengan menjadi lebih tegas, individu dapat melindungi diri mereka sendiri dari situasi yang memanfaatkan, memperoleh kesepakatan yang lebih adil, dan mempertahankan hak-hak mereka dalam sistem kapitalis yang kompetitif.

Selain itu, sebagai masyarakat, kita juga perlu mengakui pentingnya mengubah struktur kapitalis yang mungkin memperkuat eksploitasi. Perlindungan konsumen yang kuat, kebijakan yang mempromosikan keadilan dan kesetaraan dalam hubungan kerja, serta pemberdayaan ekonomi bagi individu yang kurang mampu adalah beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengurangi risiko eksploitasi dalam sistem kapitalis.

Dalam menghadapi realitas kapitalisme yang kuat, karakter non-assertive dapat membuat kita lebih rentan terhadap eksploitasi. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengembangkan sikap yang lebih tegas dan mempertimbangkan perubahan sistem yang mendukung keadilan ekonomi. Dengan demikian, kita dapat melindungi diri kita sendiri dan mempromosikan masyarakat yang lebih adil dalam konteks kapitalisme yang ada.

Referensi:

1. Leary, M. R. (2016). The Social Psychology of Assertiveness: Concepts, Theories, and Research. Psychology Press.

2. Walters, G. D. (2017). The Assertiveness Workbook: How to Express Your Ideas and Stand Up for Yourself at Work and in Relationships. New Harbinger Publications.

3. Filiciak, M. (2013). The Social Economy: Alternative Ways of Thinking about Capitalism and Welfare. Cambridge Scholars Publishing.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...