Langsung ke konten utama

beberapa alasan pendidikan kita itu hanya mengerjai kita

Pendidikan, oh, begitu indahnya! Siapa yang tak tertarik dengan dunia pendidikan yang penuh dengan harapan dan peluang? Setiap hari, kita diberitahu bahwa pendidikan adalah kunci kesuksesan dan kebahagiaan. Tapi, tunggu dulu! Apakah pendidikan benar-benar memberikan manfaat sebesar itu? Ataukah semua ini hanya permainan kejam yang dirancang untuk mengerjai kita? Mari kita telusuri beberapa alasan mengapa pendidikan kita seolah hanya menjadi lelucon besar.

Pertama-tama, mari kita bicara tentang sistem pendidikan yang begitu sempurna. Jelas, sistem ini dirancang untuk memastikan bahwa kita semua merasa inferior dan tidak kompeten. Dari tahap awal hingga tingkat tinggi, kita dipaksa untuk membandingkan diri dengan teman-teman kita. Baik itu melalui peringkat kelas, nilai ujian, atau prestasi akademik lainnya. Ini tentu saja, sangat baik untuk mengembangkan rasa tidak aman dan kecemasan yang konstan.

Selanjutnya, mari kita bahas kurikulum pendidikan yang luar biasa. Bukankah menarik bagaimana kita diajari berbagai macam materi yang sepertinya tidak ada hubungannya dengan dunia nyata? Siapa yang membutuhkan pemahaman tentang sejarah dunia atau aljabar kompleks saat berurusan dengan tugas-tugas kehidupan sehari-hari seperti membayar tagihan atau mengelola keuangan pribadi? Tentu saja, kita akan menghargai pelajaran tentang trigonometri ketika sedang membeli roti di toko. Oh, betapa berguna!

Tak hanya itu, marilah kita saksikan keajaiban dunia pendidikan di dalam kelas. Pertanyaan-pertanyaan yang sangat menarik dan menginspirasi diajukan oleh para guru kita. Mereka dengan senang hati memberikan jawaban yang sama sekali tidak membantu atau membingungkan. Bukankah begitu menyenangkan ketika kita bertanya tentang sesuatu yang tidak kita pahami, dan mereka hanya menatap kita dengan kebingungan atau dengan kesabaran yang luar biasa mengulangi apa yang telah mereka sampaikan sebelumnya? Ini benar-benar membantu kita berkembang dan mengasah kemampuan kritis kita.

Selain itu, mari kita jangan lupakan tekanan yang terus-menerus untuk mendapatkan nilai yang sempurna. Bukankah nilai adalah segalanya dalam kehidupan kita? Kita diajarkan bahwa kesalahan adalah sebuah kegagalan besar. Jika kita tidak mencapai nilai tertentu, kita akan dianggap bodoh atau tidak berbakat. Benar-benar menyenangkan, bukan? Ini mengajarkan kita bahwa nilai adalah tujuan utama hidup, bukan kesenangan atau kebahagiaan.

Oh, dan jangan lupakan sistem evaluasi yang adil. Bagaimana bisa kita mengharapkan evaluasi yang objektif ketika subjektivitas merajale

la? Penilaian berdasarkan preferensi dan pandangan pribadi guru adalah cara terbaik untuk melatih kita dalam menerima ketidakadilan dan ketidakjelasan. Apa artinya usaha keras jika seorang guru hanya memberikan perhatian dan pujian kepada siswa favoritnya? Ini pasti merupakan bentuk pembinaan yang adil dan menyenangkan!

Terakhir, mari kita berterima kasih kepada para pihak yang bertanggung jawab atas biaya pendidikan yang semakin meningkat. Bagaimana mungkin kita bisa merasakan semua kebahagiaan ini tanpa beban utang yang menghantui kita selama bertahun-tahun? Mungkin ini adalah cara untuk mempersiapkan kita untuk masa depan yang penuh dengan stress dan tekanan finansial.

Jadi, terimalah dengan tangan terbuka pendidikan kita yang mengerjai ini. Nikmati setiap momen ketidakjelasan dan kekecewaan. Jangan lupa untuk merenungkan betapa beruntungnya kita dapat mengikuti sebuah sistem yang memberikan kita banyak rasa tidak aman dan kecemasan. Pendidikan kita adalah lelucon terbaik yang pernah ada!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...