Langsung ke konten utama

Mengapa pembangkit listrik tenaga geothermal bukan termasuk energi terbarukan

Pembangkit listrik tenaga geothermal telah menjadi topik yang semakin populer dalam upaya untuk beralih ke sumber energi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Namun, meskipun banyak yang menganggapnya sebagai sumber energi terbarukan, ada beberapa alasan mengapa pembangkit listrik tenaga geothermal sebenarnya tidak termasuk dalam kategori energi terbarukan.

Pertama-tama, mari kita tinjau sumber daya yang digunakan dalam pembangkit listrik geothermal. Energi geothermal menggunakan panas bumi yang dihasilkan dari dalam bumi untuk menghasilkan listrik. Namun, sumber daya panas ini tidak dapat diperbarui dengan cepat atau dianggap sebagai sumber daya yang tidak terbatas. Proses terbentuknya panas bumi membutuhkan ribuan tahun, sehingga tidak mungkin bagi kita untuk menggantikan sumber daya panas ini dalam waktu yang singkat. Dalam hal ini, pembangkit listrik geothermal tidak memenuhi kriteria dasar energi terbarukan yang didasarkan pada sumber daya yang dapat diperbarui dengan cepat atau secara alami.

Selain itu, pembangkit listrik geothermal memiliki dampak lingkungan yang signifikan. Meskipun geothermal dianggap sebagai sumber energi bersih karena tidak menghasilkan emisi langsung, proses ekstraksi panas bumi dari dalam bumi dapat menyebabkan kerusakan lingkungan yang serius. Teknologi yang digunakan dalam pembangkit listrik geothermal melibatkan pemboran sumur yang dalam dan penggunaan bahan kimia untuk meningkatkan aliran panas. Hal ini dapat menyebabkan pencemaran tanah dan air tanah, serta mengganggu ekosistem alami yang sensitif. Dalam beberapa kasus, kegiatan geothermal telah dikaitkan dengan gempa bumi dan penurunan tingkat air tanah. Oleh karena itu, meskipun tidak menghasilkan emisi langsung, pembangkit listrik geothermal tetap memiliki dampak lingkungan yang perlu dipertimbangkan secara serius.

Selain itu, pembangkit listrik geothermal memiliki keterbatasan geografis yang signifikan. Sumber panas bumi yang dapat diakses secara ekonomis terbatas pada daerah-daerah tertentu yang memiliki aktivitas geotermal yang tinggi. Hal ini berarti bahwa tidak semua negara atau wilayah dapat mengandalkan energi geothermal sebagai sumber utama listrik mereka. Dalam banyak kasus, pembangkit listrik geothermal hanya dimungkinkan di daerah-daerah tektonik atau daerah dengan panas bumi yang cukup besar. Hal ini membatasi potensi pengembangan energi geothermal secara global, dan membuatnya kurang dapat diandalkan sebagai sumber energi utama.

Terakhir, aspek ekonomi juga menjadi pertimbangan penting. Pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik geothermal membutuhkan investasi yang besar. Biaya pemboran sumur yang dalam dan teknologi ekstraksi panas bumi tidak dapat diabaikan. Selain itu, geothermal memiliki faktor risiko geologi yang tinggi, yang berarti bahwa kegagalan pemboran atau rendahnya kualitas panas bumi dapat mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan. Dalam beberapa kasus, biaya operasional dan perawatan juga dapat menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Oleh karena itu, dari segi ekonomi, pembangkit listrik geothermal mungkin tidak selalu menjadi pilihan yang paling layak.

Dalam kesimpulannya, meskipun pembangkit listrik tenaga geothermal telah dianggap sebagai sumber energi terbarukan oleh beberapa orang, terdapat beberapa alasan yang menunjukkan sebaliknya. Ketidakmampuan sumber daya geothermal untuk diperbarui dengan cepat, dampak lingkungan yang signifikan, keterbatasan geografis, dan aspek ekonomi yang rumit adalah faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan ketika menilai apakah geothermal harus digolongkan sebagai energi terbarukan. Sementara geothermal tetap merupakan sumber energi yang dapat memberikan kontribusi dalam portofolio energi bersih, perlu ada pemahaman yang jelas tentang karakteristik dan keterbatasannya. Untuk mencapai transisi menuju masa depan yang berkelanjutan, penting bagi kita untuk mengevaluasi dengan cermat berbagai sumber energi dan mempertimbangkan dampak penuh yang mungkin timbul.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tuhan tidak Menciptakan Kemiskinan

Kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang tidak mampu memenuhi hak- hak dasarnya untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Lalu apakah kemiskinan itu tuhan sendiri yang menciptakannya atau manusia sendirilah yang menciptakan kemiskinan tersebut. Akan tetapi banyak dari kalangan kita yang sering menyalahkan tuhan, mengenai ketimpangan sosial di dunia ini. Sehingga tuhan dianggap tidak mampu menuntaskan kemiskinan. (Pixabay.com) Jika kita berfikir ulang mengenai kemiskinan yang terjadi dindunia ini. Apakah tuhan memang benar-benar menciptakan sebuah kemiskinan ataukah manusia sendirilah yang sebetulnya menciptakan kemiskinan tersebut. Alangkah lebih baiknya kita semestinya mengevaluasi diri tentang diri kita, apa yang kurang dan apa yang salah karena suatu akibat itu pasti ada sebabnya. Tentunya ada tiga faktor yang menyebabkan kemiskinan itu terjadi, yakni pertama faktor  mindset dan prilaku diri sendiri, dimana yang membuat seseorang...

Pendidikan yang Humanis

Seperti yang kita kenal pendidikan merupakan suatu lembaga atau forum agar manusia menjadi berilmu dan bermanfaat bagi masyarakat. Pendidikan merupakan tolak ukur sebuah kemajuan bangsa. Semakin baik sistem pendidikannya maka semakin baik pula negaranya, semakin buruk sistem pendidikannya semakin buruk pula negara tersebut. Ironisnya di negara ini, pendidikan menjadi sebuah beban bagi para murid. Terlalu banyaknya pelajaran, kurangnya pemerataan, kurangnya fasilitas, dan minimnya tenaga pengajar menjadi PR bagi negara ini. Saat ini pendidikan di negara kita hanyalah sebatas formalitas, yang penting dapat ijazah terus dapat kerja. Seakan-akan kita adalah robot yang di setting dan dibentuk menjadi pekerja pabrik. Selain itu, ilmu-ilmu yang kita pelajari hanya sebatas ilmu hapalan dan logika. Akhlak dan moral dianggap hal yang tebelakang. Memang ada pelajaran agama di sekolah namu hal tersebut tidaklah cukup. Nilai tinggi dianggap orang yang hebat. Persaingan antar sesama pelajar mencipta...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...