Langsung ke konten utama

Era Sebelum Adanya Patriarki

Sebelum memasuki era patriarki yang didominasi oleh struktur sosial yang memprioritaskan kekuasaan dan kontrol laki-laki, masyarakat awal mengalami periode egaliter di mana peran gender tidak sepenuhnya terbatas dan terkait dengan pembagian kerja. Pada masa prasejarah, masyarakat hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari pemburu-pengumpul, di mana mereka bergantung pada kerja sama dan saling ketergantungan untuk bertahan hidup. Dalam narasi ini, kita akan menjelajahi kehidupan masyarakat awal, peran gender dalam masyarakat egaliter, dan keterkaitan antara peran gender dan pembagian kerja.

A. Kehidupan masyarakat prasejarah

Masyarakat prasejarah hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang bersifat nomaden. Mereka bergantung pada sumber daya alam yang tersedia di sekitar mereka, seperti berburu binatang, mengumpulkan buah-buahan, dan mencari sumber air. Kehidupan nomaden ini mendorong kerja sama dan saling ketergantungan antaranggota kelompok, karena mereka harus berbagi pengetahuan, sumber daya, dan tanggung jawab dalam mencari makanan dan melindungi diri dari bahaya.

B. Peran gender dalam masyarakat egaliter

Dalam masyarakat egaliter prasejarah, peran gender tidaklah terbatas pada pemisahan tugas yang kaku seperti yang kita lihat dalam sistem patriarki. Baik laki-laki maupun perempuan berkontribusi secara aktif dalam mencari makanan, mengumpulkan bahan-bahan penting, dan menjaga keamanan kelompok. Pada dasarnya, mereka memainkan peran yang sejajar dan saling melengkapi dalam kehidupan sehari-hari.

Perempuan berpartisipasi dalam aktivitas berburu, terutama dalam berburu binatang kecil dan mengumpulkan serangga, biji-bijian, dan tanaman liar. Mereka juga memiliki pengetahuan tentang tumbuhan obat-obatan, teknik pengumpulan air, dan pembuatan alat-alat sederhana. Sementara itu, laki-laki berperan sebagai pemburu utama dan bertanggung jawab dalam mendapatkan makanan melalui berburu hewan besar. Namun, penting untuk dicatat bahwa peran ini tidak eksklusif bagi laki-laki, dan perempuan sering kali terlibat dalam aktivitas berburu saat dibutuhkan.

C. Keterkaitan antara peran gender dan pembagian kerja

Dalam masyarakat egaliter prasejarah, pembagian kerja didasarkan pada kemampuan individu dan kebutuhan kelompok, bukan pada perbedaan gender yang kaku. Peran gender yang fleksibel memungkinkan kelompok untuk lebih efisien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. Misalnya, perempuan yang mengandung atau menyusui mungkin lebih fokus pada peran sebagai pengumpul dan pengolahan makanan, sementara laki-laki dengan kekuatan fisik yang lebih besar mungkin lebih terlibat dalam berburu binatang besar.

Pembagian kerja dalam masyarakat egaliter juga mencerminkan pemahaman kolektif tentang peran gender yang berbeda. Misalnya, perempuan sering kali terlibat dalam mengasuh anak-anak dan pendidikan awal mereka, sementara laki-laki mungkin lebih terlibat dalam pelatihan remaja untuk berburu dan bertahan hidup di alam liar. Pembagian kerja ini didasarkan pada pemahaman dan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman dan memaksimalkan peluang kelompok untuk bertahan hidup.

Referensi:

1. Conkey, M. W., & Tringham, R. E. (1995). Archaeology and the Goddess: Exploring the Contours of Feminist Archaeology. In Gender and Archaeology (pp. 17-30). University of Pennsylvania Press.

2. Hayden, B. (2003). Were there housewives in the European Bronze Age?. Cambridge Archaeological Journal, 13(1), 39-67.

3. Slocum, S. K. (1975). Women and the Material Culture of Prehistoric Caddoan Society. Plains Anthropologist, 20(70), 218-229.

4. Waguespack, N. M. (2005). Why We’re Still Debating the Hobbesian versus the Rousseauian: Gender, Evolution, and Archaeological Theory. Journal of Archaeological Research, 13(2), 139- 191.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...