Langsung ke konten utama

Suatu Kebenaran yang Ada Adalah Kebiasaan yang Dilakukan Secara Berulang dan Serentak

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali kita berbicara tentang kebenaran. Kita mencarinya, kita ingin memahaminya, dan kita berjuang untuk mempertahankannya. Namun, apakah kebenaran itu benar-benar seperti yang kita pikirkan? Apakah ia adalah entitas yang tetap, ataukah sesuatu yang lebih kompleks? Tidak jarang, kita mendapati bahwa apa yang kita sebut sebagai kebenaran hanyalah kebiasaan yang dilakukan secara berulang dan serentak.

Konsep bahwa "tidak ada namanya" ini menggugah untuk merenungkan tentang makna sebenarnya dari kebenaran. Bukanlah kebenaran itu sebuah gambaran yang statis, tetapi ia lebih merupakan hasil dari tindakan yang kita pilih untuk lakukan berulang kali. Ini menyoroti bahwa kebenaran tidaklah muncul begitu saja, melainkan dibangun melalui pola-pola perilaku yang kita pilih untuk jalani.

Kebiasaan adalah kekuatan yang kuat dalam membentuk kehidupan kita. Ketika kita melakukan sesuatu secara berulang kali, itu menjadi bagian dari identitas kita. Seiring waktu, tindakan tersebut tidak lagi terasa seperti pilihan, melainkan seperti keharusan. Inilah mengapa sering kali kita menemukan bahwa apa yang kita lakukan adalah apa yang kita yakini sebagai kebenaran, meskipun mungkin itu hanya merupakan kebiasaan yang telah terbentuk dalam diri kita.

Namun, kebenaran juga merupakan hasil dari tindakan yang dilakukan secara serentak oleh sekelompok orang atau masyarakat. Ketika banyak individu melakukan hal yang sama, itu menjadi bagian dari norma sosial yang diterima secara luas. Dalam konteks ini, kebenaran bukanlah sesuatu yang objektif, melainkan lebih merupakan kesepakatan bersama tentang bagaimana sesuatu seharusnya dilakukan atau dipercayai.

Sebagai contoh, mari kita pertimbangkan budaya dan nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat. Apa yang dianggap sebagai kebenaran di satu budaya mungkin tidak sama dengan yang dianggap sebagai kebenaran di budaya lain. Ini menunjukkan bahwa kebenaran tidaklah universal, tetapi lebih merupakan produk dari lingkungan dan konteks di mana kita hidup.

Dengan pemahaman ini, kita dapat melihat bahwa kebenaran tidak selalu merupakan sesuatu yang tetap, melainkan lebih merupakan hasil dari dinamika sosial dan individu. Hal ini menuntun kita untuk lebih mempertanyakan apa yang kita yakini sebagai kebenaran, dan memahami bahwa apa yang kita anggap sebagai kebenaran mungkin hanyalah refleksi dari kebiasaan dan norma yang telah terbentuk dalam diri kita.

Tentu saja, ini tidak berarti bahwa tidak ada kebenaran mutlak. Ada beberapa hal yang dapat kita yakini dengan keyakinan yang kuat berdasarkan bukti empiris atau nilai-nilai universal. Namun, bahkan dalam kasus-kasus seperti itu, penting untuk menyadari bahwa persepsi kita terhadap kebenaran dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, seperti pengalaman pribadi dan latar belakang budaya.

Dengan menyadari bahwa kebenaran seringkali adalah produk dari kebiasaan dan norma sosial, kita dapat menjadi lebih terbuka terhadap perspektif orang lain dan lebih kritis terhadap keyakinan kita sendiri. Ini membuka pintu bagi dialog dan pemahaman yang lebih dalam antara individu dan kelompok-kelompok yang berbeda.

Jadi, meskipun "tidak ada namanya" untuk suatu kebenaran yang tetap, kita masih dapat menghargai kompleksitas dan dinamika dari apa yang kita yakini sebagai kebenaran. Dengan mempertimbangkan peran kebiasaan, norma sosial, dan pengalaman pribadi dalam pembentukan kebenaran, kita dapat memperluas pemahaman kita tentang dunia dan mengembangkan sikap yang lebih inklusif dan terbuka terhadap perbedaan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengenal Struktural Keorganisasian Kampus

(Dokumen Pribadi) Jika kamu adalah anak kuliah tentu pasti sudah tahu apa itu organisasi kampus. Mungkin ada sedikit perbedaan antara organisasi kampus dengan organisasi lainnya. Jelasnya organisasi kampus tentunya diisi oleh mahasiswa dan tentunya pola pikir keorganisasian dan tujaunnya berbeda dengan organisasi diluar kampus. Organisasi kampus sendiri terdiri dari dua macam, ada organisasi intra kampus kampus dan organisasi ekstra kampus. Organisasi kampus ini seberulnya hampir mirip dengan sistem kenegaraan kita seperti eksekutif, legislatif dan partai politik. Organisasi kampus ini, bisa disebut juga sebagai miniatur negara, untuk lebih jelasnya saya akan jelaskan dibawah ini:  Organisasi Intra Kampus Definisi organisasi intra kampus sendiri ada di dalam aturan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 155/U/1998 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi (PUOK). Secara singkatnya organisasi intra kampus ini berada di bawah naungan kampus. Orga...

Antara Alam Pikiran dan Alam Realitas

Pernahkan kamu berfikir? Ya tentunya semua orang di dunia ini melakukan segala aktifitas dengan berfikir kecuali pada saat tidur dan pingsan. Hal yang unik dari manusia adalah manusia berbeda dengan fikirannya hewan. Hewan hanya berfikir berdasarkan insting naluri berfikirnya jika ada hewa-hewan cerdas seperti lumba-lumba dan  simpanse, mereka tentunya harus dilati terlebih dahulu. Tanpa dilatih mereka hanya hewan biasa walaupun di katakan hewan cerdas pun pemikiran mereka tetap saja tidak bisa berkembang. (Pixlab.com) Manusia tentunya memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan lain yakni pikiran, dengan pikiran manusia bisa melakukan hal yang sulit menjadi mudah, membuat hal yang kreatif dan inovatif, berimajinasi, berlogika, mempelajari hal baru dan masih banyak yang lainnya. Sejauh ini peradaban diciptakan oleh manusia dari masa-masa, manusia mempelajari hal baru dan ilmi-ilmu baru. Berbicara tentang pemikiram ini tentunya adalah hal yang unik, karena setiap orang memiliki tin...

Buat Apa Kita Belajar

Pertanyaan ini sebetulnya adalah pertanyaan yang kurang kerjaan, tetapi memang perlu kita pikirkan bersama. Memang sudah jelas tujuan belajar adalah menjadi orang yang pintar. Tetapi menurut saya itu bukan jawaban yang tepat. mengapa itu bukan jawaban yang tepat, karena kita harus lihat dulu tujuan dari belajar itu sendiri. Jujur saya orang yang senang belajar tetapi saya kurang suka pelajaran di sekolah, karena orientasinya hanya sekedar nilai. Mungkin ini tidak sesuai dengan stigma masyarakat. (Pixabay.com) Kita tentunya harus mengubah tujuan dari belajar. Jika kita belajar rajin mengerjakan PR, rangking satu, ujian selalu baik tentunya itu adalah anak yang pintar. Padahal itu bukan orang yang pintar, tetapi dia hanya ingin dipandang baik masyarakat (sekolah) makanya harus rajin agar dipuji oleh banyak orang. Jika kamu merasa puas ketika dipuji karena rangking satu tentunya sangat puas. Tetapi puasnya hanya cukup disitu saja. Setelah ia puas maka ya sudah pelajaran yang telah lalu di...