Langsung ke konten utama

Kritik Terhadap Pendidikan: Ketika Tujuan Asli Terlupakan

Pendidikan, yang seharusnya menjadi tonggak dalam membebaskan pikiran, mencerdaskan budi, dan menanusiakan manusia, seringkali telah terdistorsi menjadi lebih seperti sebuah sistem administratif belaka. Di era di mana pendidikan seharusnya menjadi panggung bagi perkembangan kritis dan kreatif individu, kritik terhadap pendidikan modern semakin merayap ke permukaan. Pendidikan saat ini seringkali lebih terfokus pada mematuhi prosedur administratif dan mempertahankan status quo daripada memberdayakan siswa untuk menjadi individu yang berpikir kritis dan mandiri.

Saat ini, pendidikan cenderung lebih mengutamakan pencapaian target administratif, seperti standar nilai kelulusan, daripada memperhatikan pembangunan intelektual dan emosional siswa. Sistem pendidikan yang terlalu terikat pada aturan dan prosedur menghasilkan siswa yang lebih terlatih dalam mengikuti instruksi daripada berpikir kritis dan kreatif.

Kritik terhadap pendidikan modern juga menyoroti bagaimana sistem pendidikan dapat menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan yang ada, daripada menghasilkan individu yang berpikir kritis yang mampu mengubah dunia. Pendidikan yang terlalu terpusat pada kurikulum standar dan penilaian yang bersifat menghakimi dapat menyebabkan penghapusan identitas budaya, pemikiran alternatif, dan inovasi di antara siswa.

Pendidikan yang hanya bertujuan untuk menjaga status quo juga cenderung menghasilkan masyarakat yang pasif dan tidak kritis terhadap ketidakadilan sosial dan struktur kekuasaan yang ada. Siswa diajarkan untuk mengikuti arus daripada mempertanyakan status quo atau mencari solusi alternatif terhadap masalah yang ada.

Untuk mengatasi kritik terhadap pendidikan modern, perlu adanya reorientasi dalam pendekatan pendidikan. Pendidikan seharusnya menjadi alat untuk membebaskan pikiran, mencerdaskan budi, dan menanamkan nilai-nilai kemanusiaan kepada individu. Inovasi dalam kurikulum, metode pengajaran, dan penilaian diperlukan untuk memastikan bahwa pendidikan tidak lagi menjadi alat untuk mempertahankan kekuasaan yang ada, tetapi sebaliknya, menjadi alat untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih adil dan beradab.

Pendidikan yang berkualitas harus mendorong siswa untuk menjadi pemikir kritis dan kreatif. Mereka harus diajarkan untuk bertanya, mempertanyakan, dan mencari solusi untuk masalah-masalah yang dihadapi dunia saat ini. Ini memerlukan pendekatan pendidikan yang lebih holistik dan inklusif, di mana setiap siswa diberi kesempatan untuk berkembang sesuai dengan potensi mereka masing-masing.

Penting untuk mengembalikan pendidikan kepada tujuan aslinya: membebaskan pikiran, mencerdaskan budi, dan menanusiakan manusia. Ini memerlukan kolaborasi antara pendidik, pemerintah, masyarakat, dan semua pemangku kepentingan pendidikan untuk merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih inklusif, adil, dan berpusat pada kepentingan siswa.

Kritik terhadap pendidikan modern menyoroti pentingnya untuk merenungkan kembali tujuan sejati pendidikan. Pendidikan seharusnya bukan hanya tentang memenuhi persyaratan administratif atau mempertahankan status quo, tetapi lebih tentang memberdayakan individu untuk menjadi agen perubahan yang kritis, kreatif, dan berbudaya. Dengan memperbaiki pendidikan, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil, beradab, dan berkelanjutan untuk masa depan yang lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...