Langsung ke konten utama

Kuasa yang Menghimpit yang Lainnya

Kemajuan suatu negara tidak dapat dipisahkan dari kesadaran dan keinginan masyarakatnya untuk berubah. Hal ini mencerminkan dinamika kompleks antara individu-individu dalam suatu komunitas dengan kekuatan eksternal yang mempengaruhi pola pikir dan perilaku mereka. Dalam konteks ini, ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa beberapa masyarakat enggan untuk berubah, terutama berkaitan dengan keseimbangan kuasa dan pengaruh dalam masyarakat.

Salah satu faktor utama adalah distribusi kuasa yang tidak merata dalam masyarakat. Seringkali, kelompok yang memiliki kekuatan politik, ekonomi, atau sosial yang dominan cenderung menahan perubahan yang dapat mengancam posisi mereka. Misalnya, elit politik atau bisnis yang telah mengakumulasi kekuatan dan kekayaan cenderung mempertahankan status quo untuk memastikan kelangsungan kekuasaan dan keuntungan mereka. Di sisi lain, kelompok-kelompok yang lebih lemah sering kali merasa terhimpit dan tidak memiliki sarana untuk mewujudkan aspirasi mereka.

Selain itu, adanya ketidakpedulian atau ketidakpahaman terhadap kebutuhan akan perubahan juga dapat menjadi hambatan. Beberapa individu mungkin terperangkap dalam pola pikir yang memprioritaskan kebutuhan sehari-hari, sehingga tidak mampu atau tidak mau melihat gambaran besar yang melibatkan perubahan jangka panjang. Mereka mungkin terjebak dalam siklus kemiskinan atau ketidakpastian ekonomi yang membuat mereka fokus pada kelangsungan hidup sehari-hari tanpa memikirkan perubahan jangka panjang.

Selain faktor internal masyarakat, faktor eksternal juga dapat mempengaruhi kemauan untuk berubah. Misalnya, intervensi asing atau dominasi ekonomi dari negara-negara lain dapat membatasi ruang gerak suatu negara dalam menciptakan perubahan yang dibutuhkan. Hal ini terutama terjadi dalam konteks globalisasi, di mana kepentingan ekonomi dan politik negara-negara adidaya sering kali mendominasi agenda global, sementara kepentingan dan aspirasi masyarakat lokal diabaikan atau diabaikan.

Namun, meskipun ada berbagai hambatan yang menghalangi kemauan untuk berubah, bukan berarti tidak mungkin untuk menciptakan perubahan positif. Sejarah telah menunjukkan bahwa ketika masyarakat menyadari pentingnya perubahan dan bersatu untuk mencapainya, mereka dapat mengatasi hambatan-hambatan tersebut. Gerakan sosial, politik, dan ekonomi yang didorong oleh kesadaran kolektif dapat menjadi kekuatan yang kuat dalam mengubah paradigma dan menciptakan kemajuan.

Pentingnya pendidikan dan kesadaran akan hak-hak individu dan masyarakat juga tidak boleh diabaikan. Dengan memberdayakan individu-individu untuk memahami peran mereka dalam menciptakan perubahan positif, kita dapat membangun fondasi yang kokoh untuk kemajuan bersama. Ini melibatkan pembangunan kapasitas, pemerkayaan pengetahuan, dan pembentukan sikap yang progresif dalam masyarakat.

Dalam konteks global yang terus berkembang, penting bagi setiap negara dan masyarakatnya untuk mempertimbangkan perubahan sebagai bagian dari evolusi alami. Mengadaptasi diri terhadap perubahan lingkungan politik, ekonomi, dan sosial adalah kunci untuk memastikan keberlanjutan dan kemajuan. Ini membutuhkan komitmen kolektif untuk mengatasi hambatan dan membangun visi yang inklusif untuk masa depan yang lebih baik.

Dalam kesimpulannya, kemajuan suatu negara tidak hanya tergantung pada keinginan masyarakatnya untuk berubah, tetapi juga pada kemampuan mereka untuk mengatasi hambatan-hambatan yang menghalangi perubahan. Dengan kesadaran, pendidikan, dan aksi kolektif, kita dapat menciptakan kondisi yang mendukung pertumbuhan dan kemajuan yang berkelanjutan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...