Langsung ke konten utama

Mengendalikan Orang lain Sesuka Kita

Bagaimana kita bisa begitu licik dan manipulatif dalam mengendalikan orang lain, karena tentu saja itulah tujuan utama hidup kita - mengendalikan orang lain dan memanfaatkannya sesuai keinginan kita. Sungguh, apakah ada yang lebih memuaskan daripada merasa berkuasa dan memiliki kontrol penuh atas kehidupan orang lain? 

Pertama-tama, mari berbicara tentang cara yang begitu brilian dalam memanipulasi orang dengan memberikan kesenangan. Memenuhi keinginan mereka dan membuat mereka bahagia hanyalah langkah pertama menuju kekuasaan penuh. Mereka akan melihat kita sebagai orang baik yang peduli, dan apa yang bisa lebih baik daripada memiliki orang-orang di sekitar yang merasa berhutang budi kepada kita? Kita bisa memanfaatkan rasa bersalah mereka untuk meminta jasa balas budi yang sangat berharga. Namun, tentu saja, kita harus berhati-hati agar mereka tidak terlalu bahagia. Kita tidak ingin mereka merasa berharga atau merasa cukup kuat untuk berdiri sendiri. Sebab itu, kita harus menjaga agar mereka tetap merasa kekurangan sehingga mereka terus bergantung pada kita.

Tetapi, kita semua tahu bahwa kebaikan tak bisa diandalkan. Orang-orang memiliki kecenderungan untuk mulai melihat lewat tirai tipis dan menyadari bahwa apa yang kita lakukan hanyalah sebuah manipulasi licik. Jadi, untuk mengatasi situasi ini, mari kita pindah ke cara yang lebih mendalam dan agresif: merampas barang mereka. Mengambil apa yang mereka punya dengan paksa adalah cara yang luar biasa untuk membuat mereka merasa lemah dan tak berdaya. Tidak ada yang lebih memuaskan daripada melihat mereka kehilangan sesuatu yang berarti bagi mereka, dan kita berdiri di atas mereka sebagai penguasa yang kejam. Bahkan, kita mungkin bisa merasa seperti pencuri yang sukses yang mencuri semua impian dan kebahagiaan mereka.

Dan bagaimana dengan rasa ketakutan? Ah, sungguh cara yang cemerlang untuk menempatkan diri kita di atas dan mereka di bawah. Kita bisa menggunakan ancaman, intimidasi, atau bahkan pemerasan untuk mendapatkan kendali atas mereka. Mereka akan merasa terjebak dalam lingkaran ketakutan, merasa bahwa satu-satunya pilihan mereka adalah mematuhi segala keinginan kita. Kita bisa menjadi tiran modern yang mengendalikan mereka dengan merasa puas bahwa kita memegang kendali penuh atas nasib dan kehidupan mereka.

Tentu, semua ini mungkin terdengar begitu sempurna dan menggiurkan, tapi mungkin, hanya mungkin, ada sedikit kemungkinan bahwa pendekatan ini akan mendatangkan akhir yang pahit. Manusia, anehnya, memiliki kecenderungan untuk akhirnya menemukan kebenaran di balik tirai kebohongan. Mereka mungkin merasa terjebak dan merespon dengan melawan atau mencari kebebasan. Di balik tindakan-tindakan licik ini, mungkin saja kita hanya menciptakan kebencian dan permusuhan yang pada akhirnya akan kembali kepada kita.

Namun, tentu saja, kita tidak bisa terlalu khawatir tentang hal-hal semacam itu. Mengendalikan orang lain, walaupun melalui taktik-taktik licik dan manipulatif, adalah tujuan akhir kita. Kita akan mencapai kepuasan penuh saat kita melihat mereka tunduk pada keinginan kita, meskipun itu mungkin hanya sementara. Jadi, mari kita teruskan dengan permainan manipulatif ini dan lihat bagaimana segala sesuatu berakhir dengan sangat baik - atau mungkin tidak.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...