Langsung ke konten utama

Lebih Baik Tak Menaruh Harapan

Kekecewaan yang begitu mendalam terhadap dunia yang luar biasa indah ini dan manusia yang begitu mengagumkan dengan segala tindakan mulia mereka. Sungguh, adalah suatu keajaiban betapa kita harus bersyukur atas semua hal yang mereka berikan kepada kita. Tidak perlu harapan lagi, karena apa yang bisa diharapkan dari dunia yang penuh dengan kebaikan dan keindahan yang melimpah ruah?

Pertama-tama, mari kita sambut dengan tepuk tangan meriah semua kebijaksanaan yang dimiliki manusia. Mengapa harus berharap bahwa mereka akan belajar dari kesalahan masa lalu? Mengulangi kesalahan yang sama berulang-ulang adalah bentuk seni, bukan? Dan bukankah menyaksikan perang, konflik, dan ketidakadilan adalah hiburan yang tak ternilai harganya? Tidak perlu harapan bahwa manusia akan belajar untuk hidup berdampingan dalam kedamaian dan harmoni. Kegiatan destruktif dan saling menjatuhkan adalah jauh lebih menarik.

Lalu ada dunia alam yang tak kalah mengecewakan. Siapa yang butuh harapan bahwa kita akan menjaga planet ini dengan bijaksana? Pemanasan global, polusi, dan eksploitasi sumber daya alam adalah hadiah indah bagi generasi mendatang. Mengapa harus berharap bahwa kita akan meneruskan warisan alam yang indah ini? Tidak ada yang lebih menarik daripada menyaksikan ekosistem yang rapuh hancur menjadi potongan-potongan kecil yang tidak berarti.

Ah, dan jangan lupakan moralitas manusia yang tiada bandingnya. Mengapa harus berharap bahwa mereka akan mengutamakan kebaikan bersama? Penipuan, manipulasi, dan kepentingan pribadi adalah teman sejati dalam perjalanan hidup ini. Melihat integritas moral terkikis dengan cepat adalah pengalaman yang begitu memuaskan, bukan? Tidak ada ruang untuk harapan bahwa manusia akan berjuang demi keadilan dan kemajuan bersama. Bersaing secara tak terkendali jauh lebih mengasyikkan.

Sementara itu, ayo kita berbicara tentang penghargaan terhadap keindahan. Mengapa harus berharap bahwa manusia akan merasa terpukau oleh keindahan alam dan seni? Kesibukan sehari-hari yang monoton adalah tujuan tertinggi, dan tak ada waktu untuk menghirup udara segar atau merenungkan keindahan sebuah lukisan. Tidak ada gunanya berharap bahwa mereka akan menghargai detail kecil dalam kehidupan yang memberikan makna dan kegembiraan.

Tapi tentu saja, tak ada gunanya menaruh harapan. Kita seharusnya hanya menerima keadaan tanpa pernah mempertanyakan atau berusaha mengubahnya. Kita tidak perlu berpikir bahwa manusia mampu belajar, berubah, dan berkembang. Kita juga tidak perlu mengharapkan bahwa dunia ini bisa menjadi tempat yang lebih baik jika kita semua berkontribusi. Semua itu hanyalah ilusi, dan kekecewaan adalah satu-satunya kebenaran yang patut kita pegang erat.

Jadi, mari kita tinggalkan semua harapan, ambisi, dan impian kita. Biarkan kekecewaan mengalir dalam diri kita, seperti aliran sungai yang tak berujung. Kita akan menjadi penonton pasif dalam drama kehidupan ini, tanpa perlu berusaha atau mengubah apa pun. Karena, siapa yang butuh harapan, bukan?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...