Langsung ke konten utama

Ketika Ilmuan Menjadi Jahat

Mari kita bahas mengenai ilmuan, sosok yang begitu luar biasa dan brilian, dengan segala kejeniusannya yang tak terbatas. Ah, sungguhlah pahlawan tak terlihat yang menjalani hari-harinya di laboratorium dan di balik buku-buku tebal yang penuh dengan rumus-rumus ajaib. Namun, tahukah Anda, di balik jubah kejeniusannya, tersembunyi kegelapan yang lebih mengerikan daripada yang bisa kita bayangkan?

Bagaimana mungkin kita tidak terkagum-kagum pada ilmuwan, para makhluk super yang bisa merumuskan teori-teori canggih yang hanya bisa kita pahami setelah membaca ulang beberapa kali? Dengan pikiran yang begitu kompleks, mereka menggali lebih dalam ke dalam misteri alam semesta, mencari rahasia-rahasia yang tersembunyi di balik bintang-bintang dan mikroskop-mikroskop. Siapa yang bisa membayangkan dunia ini tanpa penemuan-penemuan revolusioner seperti roket, antibiotik, dan tentu saja, kertas toilet?

Namun, kita juga harus membuka mata kita pada sisi gelap ilmuwan yang, oh begitu cerdiknya, dapat memutarbalikkan ilmu demi kepentingan mereka sendiri. Tidakkah kita sadar bahwa di antara mereka, ada yang memiliki pernyataan yang begitu mengesankan, tapi bisa saja begitu merusak? Sebut saja si Ilmuan Tambang, sang pemberi pandangan berkilauan bahwa menambang adalah sesuatu yang tak akan pernah merusak alam. Bagaimana tidak, dengan pemahaman ajaibnya ini, kita bisa merasa bebas untuk mengeksploitasi sumber daya alam tanpa merasa bersalah sedikit pun.

Tapi, tentu saja, ini semua hanya ilusi, bukan? Kita hanya perlu mengabaikan fakta bahwa penambangan yang berlebihan telah merusak lingkungan, mengancam keberlanjutan alam, dan mengubah ekosistem menjadi neraka terpapar toksin. Namun, siapa peduli? Si Ilmuan Tambang telah membuktikan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Mungkin, hanya masyarakat awam yang berpikiran dangkal yang khawatir tentang dampak jangka panjang dari perbuatan kita.

Oh, tentu saja, dalam kecerdasan dan pengetahuannya yang tidak terkalahkan, ilmuwan juga bisa menjadi pemimpin spiritual dan moral. Dengan kata-kata mereka yang dalam, mereka bisa mengubah pola pikir masyarakat, membimbing kita menuju dunia yang lebih baik dan penuh kebijaksanaan. Mereka memiliki kemampuan untuk menginspirasi ribuan orang untuk bertindak dengan bijak dan bertanggung jawab, mengatasi tantangan besar yang kita hadapi.

Namun, mari kita jujur: ilmuwan yang menghasilkan gagasan-gagasan seperti itu hanyalah karakter dalam buku cerita fiksi yang penuh warna-warni. Realitanya, ilmuwan juga manusia, dengan ambisi, keinginan, dan ego mereka sendiri. Jika kita berpikir bahwa semua ilmuwan bergerak semata-mata demi kemaslahatan masyarakat, maka kita mungkin terlalu percaya pada dongeng.

Mari kita bayangkan bagaimana ilmuwan, yang sudah terlanjur masuk ke dalam jaring labirin penelitian mereka, terjebak dalam persaingan untuk mendapatkan dana penelitian yang lebih besar. Mereka harus berlomba-lomba mempublikasikan hasil penelitian yang "spektakuler" agar tetap relevan di dunia ilmiah yang penuh dengan perang publikasi. Dalam situasi ini, seberapa banyak dari mereka yang membiarkan etika sedikit tergelincir demi mendapatkan perhatian dan pengakuan?

Jangan lupa pula mengenai jaringan hubungan dan politik di dunia ilmiah. Aliansi, persaingan, dan intrik yang terjadi di antara ilmuwan dan institusi mereka bukanlah cerita biasa. Bagaimana mungkin kita mengabaikan kemungkinan bahwa sebagian dari mereka akan menggunakan ilmu mereka untuk kepentingan kelompok tertentu atau mengamankan posisi mereka sendiri dalam hierarki akademis? Setelah semua, pengetahuan adalah kekuatan, dan kekuatan cenderung merusak jika jatuh ke tangan yang salah.

Jadi, mari kita selalu berhati-hati saat mengagung-agungkan ilmuwan sebagai para dewa modern yang membawa terang pengetahuan kepada kita. Kita harus ingat bahwa di balik setiap kemuliaan, ada potensi kegelapan yang sama besarnya. Dalam dunia yang penuh warna ini, kita perlu memiliki pikiran kritis yang kuat dan tidak mudah terpesona oleh jubah kejeniusan mereka. Kita tidak boleh melupakan bahwa di antara mereka ada yang bisa dengan mudah mengarahkan ilmunya ke arah yang lebih gelap dan merusak. Mungkin saja, di antara ilmuwan yang penuh kasih, ada juga yang bisa disebut sebagai "penjahat intelektual" yang berbahaya, mungkin lebih berbahaya daripada penjahat biasa di jalanan. Jadi, pertanyaannya adalah, apakah Anda siap untuk menghadapi ilmuwan dengan mata yang lebih terbuka? Ataukah Anda akan terus berlari dengan mata tertutup menuju tanah yang tidak diketahui, hanya karena suara sirene kejeniusan mereka begitu menggoda?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...