Langsung ke konten utama

Kebahagian Materil yang Sesungguhnya tidak Benar-benar Materil

Kebahagiaan, apa sebenarnya arti dari kata tersebut? Apakah ia hanya berkaitan dengan benda-benda material yang terlihat? Atau apakah ada lebih banyak yang dapat dijelajahi di balik lapisan-lapisan konsep ini? Dalam dunia yang serba terkoneksi dan begitu terpapar oleh keinginan untuk memiliki, mungkin sudah saatnya kita merenung lebih dalam tentang esensi kebahagiaan yang sejati.

Kebahagiaan sejati, sebenarnya, tidak selalu tergantung pada benda-benda materi. Apakah Anda pernah merasakan kehangatan tawa bersama teman-teman terdekat? Apakah Anda pernah merasakan kelegaan dan kedamaian setelah membantu seseorang yang membutuhkan? Inilah inti dari kebahagiaan sejati – sebuah perasaan yang timbul dari hubungan manusia dengan manusia, dari memberi dan menerima, dari menghargai keberadaan dan nilai-nilai kemanusiaan.

Seringkali, kita terjebak dalam pandangan sempit bahwa kebahagiaan hanya dapat diperoleh melalui kuantitas materi. Uang, harta, popularitas, semuanya tampaknya menjadi "kunci" menuju dunia yang bahagia. Tetapi jika kita berhenti sejenak dan merenung, kita akan menyadari bahwa anggapan ini hanyalah ilusi yang diciptakan oleh masyarakat konsumtif.

Ambil contoh uang. Sebuah lembaran kertas dengan angka-angka di atasnya. Kenyataannya, ia hanya memiliki nilai yang kita berikan padanya. Kita mengaitkan uang dengan kekuatan, kemampuan untuk membeli barang-barang yang kita inginkan. Tapi dalam kenyataannya, kebahagiaan yang dihasilkan oleh uang adalah sementara, dan seringkali tak berkesudahan. Kita selalu ingin lebih banyak, lebih besar, lebih mahal. Ketika kita memutuskan untuk melepaskan ketergantungan pada materi, kita mungkin akan menemukan kebahagiaan yang lebih mendalam dan tahan lama.

Begitu juga dengan popularitas dan kecantikan. Media sosial memperluas pandangan kita tentang "kebahagiaan" ini. Jumlah pengikut atau likes di suatu postingan sering dianggap sebagai ukuran kebahagiaan. Tetapi apakah ini benar-benar membawa kebahagiaan yang tulus? Apa gunanya memiliki ribuan pengikut jika di dalam hati kita masih merasa kesepian dan tidak bernilai?

Kebahagiaan sejati mungkin justru terletak pada hubungan yang bermakna dengan orang-orang di sekitar kita. Merasakan kasih sayang, dukungan, dan pengertian dari teman, keluarga, atau pasangan adalah hal yang tak ternilai. Ketika kita memberi dan menerima cinta tanpa syarat, kita menciptakan sumber kebahagiaan yang tak tergoyahkan.

Terkadang, kita perlu mengubah sudut pandang kita terhadap kebahagiaan. Daripada fokus pada apa yang kita miliki atau apa yang orang lain lihat di media sosial, mengapa tidak kita mulai merenungkan apa yang benar-benar memberi arti dalam hidup kita? Kebahagiaan yang tulus dan mendalam tidak selalu dapat diukur dengan angka atau materi, tetapi lebih pada bagaimana kita mengisi waktu kita dengan pengalaman yang bermakna, hubungan yang mendalam, dan makna hidup yang mendalam.

Jadi, mari kita renungkan kembali makna sejati dari kebahagiaan. Jangan biarkan diri kita terjebak dalam lingkaran konsumerisme dan permusuhan diri. Buatlah pilihan yang bijaksana dan fokuslah pada apa yang benar-benar membuat kita bahagia, tanpa harus terus-menerus mengejar angan-angan yang tidak pernah puas. Kita memiliki kemampuan untuk merubah pandangan kita tentang kebahagiaan, dan hanya manusia yang memiliki kekuatan untuk melihat sesuatu yang biasa menjadi luar biasa, bahkan tanpa benda material di atasnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...