Langsung ke konten utama

Rasa Malas dalam Berbincang

Berbincang-bincang dengan orang lain adalah kegiatan sosial yang umumnya dianggap sebagai sarana untuk bertukar pikiran dan pengalaman. Namun, seringkali, saya malas untuk terlibat dalam percakapan muncul karena beberapa alasan. 

Salah satu alasan utama rasa malas dalam berbincang mungkin terkait dengan kecenderungan pembicaraan yang terlalu femomenologis. Banyak orang cenderung berbicara tentang pengalaman pribadi tanpa melakukan refleksi yang mendalam. Mereka mungkin hanya menyampaikan apa yang mereka lihat atau rasakan tanpa mencari hikmah dan makna di baliknya. Rasa malas mungkin muncul ketika percakapan cenderung sekadar menjadi kumpulan cerita tanpa substansi yang menginspirasi atau memotivasi.

Alasan kedua yang mungkin memicu rasa malas dalam berbincang adalah kecenderungan pembicaraan spekulatif tanpa dasar yang jelas. Banyak orang cenderung mengira-ngira dalam pembicaraannya tanpa membangun argumen atau merujuk pada fakta yang konkret. Hal ini dapat membuat percakapan terasa kurang berbobot dan tidak memberikan kesan bahwa pembicara telah mempersiapkan diri dengan baik.

Terkadang, percakapan yang tidak tuntas dan tidak terstruktur dapat menjadi penyebab rasa malas. Ketika pembicaraan tidak memiliki alur yang jelas atau tidak mencapai kesimpulan yang memuaskan, itu dapat membuat saya merasa kehilangan arah dan kelelahan. 

Ketidaknyamanan juga dapat muncul ketika pembicaraan cenderung mengulang tema yang sama tanpa penambahan nilai atau perkembangan. Sering kali, hal ini dapat membuat saya merasa bahwa percakapan tersebut tidak produktif dan tidak memberikan pemahaman baru. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...