Langsung ke konten utama

Mengikuti Sistem atau Berproses: Menelaah Perjalanan dari SD hingga Kuliah

Perjalanan pendidikan dari Sekolah Dasar (SD) hingga kuliah seringkali dianggap sebagai sebuah proses yang tak terelakkan dalam kehidupan seseorang. Namun, seberapa serius kita menjalani perjalanan ini, apakah hanya mengikuti sistem atau benar-benar merangkulnya sebagai sebuah proses pembelajaran yang berarti, menjadi pertanyaan yang perlu diperhatikan.

Proses secara umum merujuk pada rangkaian peristiwa atau langkah-langkah yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan atau hasil tertentu. Di sisi lain, mengikuti sistem dapat diartikan sebagai tindakan atau keterlibatan dalam suatu prosedur atau aturan yang telah ditetapkan oleh suatu lembaga atau institusi, seperti sistem pendidikan formal.

Memahami pendidikan sebagai sebuah proses penting untuk merubah cara kita memandang setiap tahapnya. Terlalu fokus pada hasil akhir, seperti hanya lulus dari setiap jenjang pendidikan, dapat membuat kita kehilangan esensi sebenarnya dari pembelajaran itu sendiri. Sebaliknya, melihat pendidikan sebagai sebuah proses berarti kita lebih memperhatikan perjalanan dan pengalaman yang kita dapatkan di setiap tahapnya.

Banyak orang mengalami kesulitan untuk membedakan antara berproses dan hanya mengikuti alur sistem. Pergeseran fokus dari memahami materi secara mendalam hingga sekadar mencari cara untuk lulus dapat menyebabkan kehilangan makna dalam setiap pelajaran. Ketika kita hanya mengikuti alur sistem, risiko terjadi kurangnya penerimaan pengetahuan yang sebenarnya dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Setiap tahap dalam perjalanan pendidikan seharusnya memberikan kesan dan menjadi bekal kemampuan yang dapat diterapkan di kehidupan selanjutnya. Proses ini mencakup pengembangan keterampilan, peningkatan pengetahuan, dan pembentukan karakter. Jika seseorang hanya mengikuti sistem tanpa merasakan kesan atau memahami manfaatnya, maka sejatinya nilai dari perjalanan tersebut menjadi minim.

Penting untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis terhadap sistem pendidikan yang ada. Tidak cukup hanya menjalani prosedur tanpa pertanyaan atau refleksi. Penting untuk menanyakan diri sendiri, "Mengapa saya melewati ini?" atau "Bagaimana hal ini dapat memberikan nilai tambah dalam hidup saya?". Berpikir kritis membuka pintu untuk melihat setiap tahap sebagai peluang pembelajaran yang lebih dalam.

Sebagai individu, kita memiliki kendali terbatas terhadap sistem yang ada, tetapi kita memiliki kendali penuh terhadap bagaimana kita memandang dan menanggapi setiap tahap dalam perjalanan pendidikan. Menemukan makna di setiap tahap, bahkan yang mungkin terlihat rutin atau kurang menarik, dapat memberikan pengalaman yang lebih berharga dan bermanfaat.

Dalam mengevaluasi perjalanan dari SD hingga kuliah, penting untuk memandangnya sebagai sebuah proses yang bermakna. Mengikuti sistem hanya sebatas rutinitas, sementara berproses berarti merangkul setiap peluang untuk belajar dan tumbuh. Melihat pendidikan sebagai sesuatu yang lebih dari sekadar tugas atau kewajiban akan membuka pintu menuju pemahaman yang lebih dalam dan penerimaan akan kekayaan pembelajaran yang dapat membentuk masa depan yang lebih baik.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...