Langsung ke konten utama

Aku yang Merasa Kosong

Pernahkah terlintas di pikiran kita, di tengah keriuhan dunia ini, bahwa apa yang banyak orang anggap menarik dan menghibur ternyata hanya menyisakan rasa kosong di dalam diri kita? Seperti layaknya menyaksikan parade yang penuh warna, namun hati kita seolah berada di tengah-tengah ladang yang sunyi.

Aku, terkadang merasa heran dengan diriku sendiri. Melihat banyak orang bersemangat mengejar obsesi mereka, seperti tergila-gila pada para idola KPOP, menikmati jajanan lezat di berbagai tempat, atau merasakan keindahan dunia melalui perjalanan. Namun, anehnya, ketika aku mencoba merasakan hal-hal tersebut, aku hanya menemukan kekosongan yang sulit dijelaskan.

Mungkin karena aku tak dapat merasakan kegembiraan yang seharusnya muncul dari aktivitas-aktivitas tersebut. Ketika orang lain bersorak gembira, hatiku justru merayap dalam kesunyian, dan aku bertanya-tanya, mengapa semua ini terasa begitu hambar bagiku?

Bukanlah aku seorang yang anti-sosial atau menutup diri dari dunia. Namun, terkadang aku merasa terasing di antara keramaian yang penuh warna ini. Mungkin aku tak bisa sepenuhnya mengerti kegembiraan orang-orang di sekitarku karena ketertarikanku yang berbeda. Aku lebih suka menyelam dalam pikiran dan imajinasi daripada dihanyutkan oleh hingar-bingar dunia luar.

Bagi orang banyak, mengejar idolanya atau menikmati perjalanan adalah sumber kebahagiaan yang tak tergantikan. Tapi untukku, setiap langkahku menuju aktivitas-aktivitas tersebut hanya menimbulkan kebosanan dan ketidaknyamanan. Seakan-akan hidupku adalah sebuah cerita yang sudah aku tahu akhirnya sebelum membaca halaman terakhirnya.

Mungkin karena aku mencari kebermanfaatan yang lebih dalam, yang tak hanya bersifat sementara. Senang pada sesuatu hanya ketika berada di tengah-tengahnya, tapi tak ada getaran berarti yang tersisa ketika waktu berlalu. Seperti menyaksikan pertunjukan tanpa plot yang kuat, tanpa pesan yang mendalam.

Terkadang, aku bertanya-tanya, mungkin kebahagiaan sejati bukanlah tentang kegembiraan sesaat atau kenikmatan materi. Mungkin, itu lebih tentang menemukan makna yang mendalam dalam setiap langkah hidup, tentang memberikan arti pada apa yang kita lakukan, bukan sekadar mengejar tren atau popularitas sesaat.

Meski terkadang aku merasa terpinggirkan karena ketidakmengertianku terhadap kebahagiaan yang sedang tren, namun aku belajar menerima bahwa setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menemukan kebahagiaan. Aku tidak perlu merasa bersalah karena tak selalu bersuka ria seperti yang lain lakukan.

Mungkin, kekosongan yang kurasakan adalah panggilan untuk menemukan keindahan dalam kesederhanaan, untuk merenung dalam ketenangan, dan untuk membangun kebahagiaan yang ber kelanjutan dari apa yang sebenarnya bermakna dalam hidup ini. Entah itu melalui kegiatan yang lebih mendalam, mengejar passion, atau memberikan dampak positif pada lingkungan sekitar.

Aku menyadari bahwa perjalanan untuk menemukan kebahagiaan sejati bukanlah kompetisi. Setiap orang memiliki jalan hidupnya masing-masing, dan kebahagiaan tak selalu tergantung pada seberapa sering kita bersenang-senang atau seberapa banyak kita memiliki. Mungkin, kebahagiaan sejati adalah tentang menemukan diri kita sendiri, melampaui ekspektasi orang lain, dan hidup sesuai dengan nilai-nilai yang kita percayai.

Jadi, ketika aku merasa heran dengan diriku yang terasa berbeda dari orang banyak, aku mulai menerima bahwa setiap jiwa memiliki ritme dan harmoni sendiri. Aku tak perlu berusaha keras mengejar kebahagiaan sesuai dengan standar orang lain. Mungkin, kebahagiaan yang aku cari lebih terdalam dan tidak selalu terlihat oleh mata banyak.

Meskipun terkadang aku merasa sebagai penonton dalam keramaian dunia ini, aku menemukan ketenangan dan kebahagiaan di dalam keheningan diriku. Dan aku percaya, mungkin suatu hari nanti, aku akan menemukan cerita hidupku yang sesungguhnya, tanpa perlu merasa kosong di tengah keramaian dunia yang sedang ramai ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...