Langsung ke konten utama

Mengejutkan dan Lucu: Pemilihan Umum dengan Sistem Essay

Dalam dunia pemilihan umum, gagasan menggunakan sistem pemilihan dengan cara essay mungkin terdengar seperti langkah yang aneh dan bahkan lucu bagi sebagian orang. Bukankah ini akan menjadi sesuatu yang ribet dan merepotkan? Bagaimana masyarakat dapat diharapkan untuk membaca dan menilai setiap esai dari calon pemimpin? Namun, di balik kesan lucu tersebut, sistem pemilihan dengan essay memiliki keunggulan yang patut dipertimbangkan, terutama dalam menilai kualitas dan ketebalan pemikiran calon pemimpin.

1. Mengukur Kualitas daripada Kuantitas

Sistem pemilihan dengan essay menggeser fokus dari kuantitas menuju kualitas. Sebagai pemilih, bukan lagi tentang seberapa banyak proposal atau janji yang diutarakan oleh calon pemimpin, tetapi seberapa baik mereka dapat menyampaikan gagasan mereka dalam sebuah tulisan. Dengan pendekatan ini, masyarakat akan lebih terarah dalam memilih pemimpin yang mampu merumuskan ide dan visi dengan baik.

2. Menghargai Argumentasi dan Kedalaman Pemikiran

Dalam essay, calon pemimpin diharapkan untuk merinci pandangan mereka dengan argumentasi yang kuat dan kedalaman pemikiran. Ini membuka kesempatan untuk melihat sejauh mana pemahaman calon terhadap isu-isu krusial yang dihadapi oleh masyarakat. Argumentasi yang berbobot dan pemikiran yang mendalam menjadi kunci utama dalam menilai kemampuan calon dalam merumuskan kebijakan yang berkualitas.

3. Mengurangi Pengaruh Populisme dan Janji Semu

Seringkali dalam pemilihan umum, calon pemimpin lebih fokus pada retorika populis dan janji-janji semu yang dapat menarik perhatian publik. Dengan sistem pemilihan essay, pemilih lebih mampu menilai substansi dan integritas pemikiran calon, sehingga mengurangi pengaruh janji semu yang mungkin hanya bertujuan untuk meraih popularitas.

4. Peningkatan Partisipasi Intelektual

Menerapkan sistem pemilihan dengan essay dapat meningkatkan partisipasi intelektual masyarakat. Pemilih diharapkan untuk membaca, memahami, dan menilai tulisan calon pemimpin dengan seksama. Hal ini dapat menciptakan sebuah budaya politik yang lebih cermat dan berpikir kritis.

5. Memanfaatkan Teknologi dan Kecepatan Canggih

Meskipun jumlah suara yang harus dinilai dalam sistem ini dapat menjadi tantangan, kemajuan teknologi, terutama kecerdasan buatan, dapat membantu mempermudah dan mempercepat proses evaluasi. Algoritma dapat digunakan untuk mengidentifikasi kualitas tulisan, keberimbangan argumen, dan tingkat kejelasan ide yang disampaikan.

6. Verifikasi oleh Manusia untuk Kredibilitas

Meskipun kecerdasan buatan dapat memberikan bantuan dalam evaluasi awal, verifikasi akhir tetap harus dilakukan oleh manusia. Hal ini untuk memastikan bahwa pemilihan berlangsung dengan adil dan transparan. Masyarakat memiliki peran penting dalam memastikan keabsahan dan integritas pemilihan umum.

Meskipun mungkin terdengar unik dan lucu pada awalnya, sistem pemilihan dengan essay sebenarnya memberikan pendekatan yang inovatif dalam menilai kemampuan dan kualitas calon pemimpin. Masyarakat perlu terbuka terhadap ide-ide baru dan mempertimbangkan manfaat dari pendekatan yang berfokus pada substansi dan pemikiran yang mendalam. Keseriusan dan ketelitian dalam memilih pemimpin melalui essay dapat membawa perubahan positif dalam tatanan politik sebuah negara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...