Langsung ke konten utama

What is missing and what is eternal

 Wealth is often seen as having an abundance of money, a big house, or a lifestyle filled with luxuries and attention. In today’s world, wealth is frequently associated with material success and the ability to enjoy a life of comfort and prestige. However, focusing solely on these external markers of wealth can be misleading. Money, property, and physical pleasures may bring temporary satisfaction, but they are fleeting. Over time, their appeal fades, leaving many people searching for something deeper and more lasting. True wealth, in its most profound sense, goes beyond money and possessions.

Wealth that is sustainable, or eternal, is rooted in values, relationships, and the impact we make on others. Genuine wealth lies in how we contribute to our communities, share what we have with those in need, and leave behind a legacy of kindness and generosity. These are the things that last, far beyond any material possession. When we dedicate ourselves to helping others, supporting those less fortunate, and making a positive difference, we create something enduring. The satisfaction and purpose we gain from giving and uplifting others are much richer and more fulfilling than any material wealth.

To view wealth through this lens is to recognize that what truly matters is not what we accumulate but what we give. Sharing our resources, knowledge, and time with others creates bonds and strengthens communities. By doing so, we transform our wealth into a tool for good, turning financial or social privilege into opportunities to make a positive impact. Whether it’s offering financial assistance to the needy, sharing knowledge to empower others, or simply giving our time to help those who are struggling, these actions build a type of wealth that is both meaningful and sustainable.

In this light, wealth becomes less about personal enjoyment and more about shared prosperity. Those who are truly wealthy are not just the ones with material abundance but those who use their resources to create lasting value in the lives of others. They see wealth as a responsibility, an opportunity to be of service and to support positive change. By fostering generosity, compassion, and a commitment to uplifting others, we can redefine what it means to be wealthy.

In the end, the wealth that matters most is the kind that outlives us. Money and possessions will inevitably lose their significance, but the kindness we show, the lives we touch, and the positive changes we inspire create a legacy that lasts. This form of wealth grows with time, as the people we help go on to help others, creating a ripple effect that extends far beyond our own lives.

By embracing this broader understanding of wealth, we can live more fulfilling lives, grounded in purpose and connection. Wealth, then, becomes not just a source of personal pleasure but a means to create a better world for everyone. In giving, sharing, and caring, we find the true essence of wealth: a source of joy, purpose, and impact that endures through generations.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...