Langsung ke konten utama

Andai Aku Bisa Memanipulasi Ruang Waktu

Rasa sesak ini, ruang yang terasa sempit, dan waktu yang terus mendesak—semua itu menghimpitku.  Andai aku bisa memanipulasi ruang dan waktu, betapa leganya.  Bayangan teleportasi ke tempat-tempat terpencil, menikmati keindahan alam tanpa batas, sendirian, terasa begitu menenangkan.  Ruang tanpa akhir, hanya aku dan kedamaiannya.

Manipulasi waktu juga menawarkan kelegaan lain.  Istirahat tanpa batas, waktu untuk merenung, untuk menata kembali pikiran yang kacau.  Kebebasan dari tuntutan sosial, dari hiruk-pikuk kehidupan yang tak pernah berhenti.  Kebebasan untuk sekadar ada, tanpa harus berbuat.

Namun, di balik keinginan untuk melarikan diri, ada kesadaran akan realita.  Ruang sempit ini juga tempatku berinteraksi, tempatku belajar, tempatku tumbuh.  Waktu yang mendesak ini juga yang mendorongku untuk produktif, untuk berkarya, untuk mengalami.  Keinginan untuk memanipulasi ruang dan waktu adalah cerminan kerinduan akan kedamaian, namun juga pengakuan akan pentingnya keterbatasan.  Keterbatasan yang justru membentuk dan mendewasakanku.

Mungkin, kunci bukan melarikan diri dari ruang dan waktu, melainkan belajar untuk hidup dalam ruang dan waktu ini dengan lebih bijak.  Mencari kedamaian di tengah hiruk-pikuk, menemukan kebebasan di dalam keterbatasan.  Menerima, dan kemudian, mencipta.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filsafat Diri (Fenomena dan Nomena)

Fenomena adalah sesuatu yang sifatnya nampak dan bisa diamati. Sedangkan nomena adalah sesuatu yang tidak nampak namun bisa diamati. Fenomena itu misalnya seperti kursi, gunung, sungai dan semacamnya, sedangkan nomena seperti ilmu, sifat, pemikiran, emosi dan semacamnya.   Selain dari perwujudannya yang membedakan fenomena dan nomena adalah sisi subjektifitasnya. Fenomena hanya memiliki satu subjek saja yakni apa yang nampak, sedangkan nomena memiliki subjek yang berbeda-beda. Masing-masing orang tentu akan membunyikannya secara berbeda-beda.  Walaupun berbeda, fenomena dan nomena ini memiliki keterkaitan. Suatu fenomena jika dilihat lebih dalam dari sisi nomena maka akan menciptakan fenomena baru. Misalnya ada seorang wanita cantik dan ramah, pada awalnya mungkin kita akan mengira bahwa dia adalah orang yang baik. Tetapi ketika di telusuri dari dalam ternyata tidak seperti fenomenanya. Hal inilah yang membuat kita tertipu dan keliru, kita selalu menyimpulkan bahwa kebena...

Catatan Lapang Riset di Desa Cikeusal (Awal)

. Catatan Awal Sebuah Perjalanan di Bawah Kaki Gunung Kromong Sabtu 20 Maret 2021, pukul 12.30 saya bersama teman saya berangkat dari Pondok Pesantren Ulumuddin menuju desa yang hendak dijadikan aktifitas turun lapang, yakni desa Cikeusal. Diperjalanan tepatnya di Palimanan, kami terjebak hujan, dan memutuskan untuk meneduh di suatu warung. Pukul 13.00 di warung tersebut kita sempat berbincang-bincang sedikit dengan pemiliknya (kami lupa menanyakan namanya). Kami bertanya kepada pemilik warung rute menuju desa Cikeusal. Setelah memberitahu rute, Pemilik warung menceritakan sedikit mengenai desa Cikeusal, bahwa desa tersebut merupakan salah satu desa binaan dari pabrik Indocement, desa binaan lainnya yaitu Palimanan Barat, Cupang, Walahar, Gempol, Kedungbunder, Ciwaringin. Pada pukul 13.30 kami merasa hujan ini akan awet dan akhirnya kami memutuskan untuk berangkat menuju lokasi. Ketika menuju desa Cikeusal terlihat jalanan penuh lubang, dan banyak mobil truk pembawa batu a...

Perlukah Seorang Perempuan Memiliki Pendidikan yang Tinggi

. Dilema Perempuan antara memilih mengurus Keluarga atau Melanjutkan Pendidikan Berbicara tentang perempuan dan pendidikan, tentunya ini menjadi dua hal yang menarik untuk dibicarakan. Sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita sering disebut-sebut oleh Kartini, sehingga kemudian hal ini menjadi sesuatu yang penting oleh sebagian kalangan. Namun, pada kenyataannya, dalam banyak hal wanita masih kerap ketinggalan, seolah memiliki sejumlah rintangan untuk bisa mendapatkan sesuatu yang terbaik, salah satunya dalam bidang pendidikan. Ilustrasi (Pixabay.com) Meski sampai saat ini semua perempuan dapat mengenyam pendidikan di bangku sekolah seperti halnya pria, namun tidak sedikit juga perempuan yang enggan untuk melakukannya. Sebagian besar wanita merasa puas dengan pendidikan yang hanya menamatkan bangku SMA saja, bahkan ketika bisa menyelesaikan sarjana saja. Hanya sedikit perempuan yang punya keinginan untuk menempuh S2 dan juga S3, dan tentu saja jumlah untuk dua jenjang pendidikan...